DEPOK (VoA-Islam) - Menurut Direktur INSIST Hamid Fahmy Zarkasyi alias Gus Hamid, Islam tidak akan mati, kecuali Allah menakdirkan di suatu tempat, dengan cara menghilangkan ilmunya. Islam di Indonesia bisa hilang, tapi tidak akan bisa habis dari muka bumi, Bagi Allah, mudah saja untuk menghancurkan peradaban, yakni dengan cara menghilangkan para ulama.
“Ketika ulamanya dihilangkan, maka masyarakatnya menjadi tidak bermoral, korup, maksiat merajalela, tidak ada lagi kehidupan yang Islami. Bila tidak ada ilmu, maka kembalilah pada masa kejahiliyahan.Saat ini umat Islam telah disetting oleh para orientalis, dengan cara merubah pikiran orang Islam. Mereka tidak merubah muslim menjadi Kristen, tapi tetap sebagai muslim tapi memusuhi agamanya sendiri.”
Seorang doktor di Australia, pernah meneliti NU dan Muhammaidyah. Peneliti Barat itu menyebut NU ini sebagai Katolik (orang Nasrani), sedangkan Muhammadiyah sebagai protestan. Padahal aliran Protestan dalam Kristen terkait dengan ideologi, sedangkan NU-Muhammadiyah hanya seputar qunut yang sifatnya khilafiyah. Anehnya lagi, sekarang NU juga mengklaim ke Syiah. “Inilah akibat mereka sudah terkena virus pluralisme. Kelompok pluralisme berdalih, jangan lihat perbedaannya, tapi cari persamaanya.”
Gus Hamid mengatakan, kelompok Islam yang berbeda, seperti NU-Muhammadiyah, tidak sampai keluar dari akidah. Misalnya ketika al-Ghazali mengkritik Ibnu Sina, tidak sampai melahirkan konflik seperti yang terjadi di Kristen (Katolik-Protestan). Banyak kitab-kitab ulama yang bicara sifat Tuhan, tapi tak satupun ulama yang mengatakan Tuhan lebih dari satu, seperti Trinitasnya kaum Kristiani.
Wacana Ngawur
Naudzubillah, saat ini kaum sepilis mengatakan bahwa Al Quran bukanlah firman Tuhan, malainkan perkataan Nabi Muhammad saw. firman Tuhan oleh mereka dikatakan ada di Lauhul Mahfudz. “Inilah buah dari westernisasi. Jika dulu sekularisasi, sekarang liberalisasi. Menunya banyak, awalnya dari relativisme, lalu posmo modern yang meragukan kebenaran. Ketika bicara relativisme, maka tidak ada lagi kebenaran mutlak.”
Bagi kaum liberal, salah dan benar bisa berubah-ubah. Jika dulu dianggap buruk, bisa jadi akan dianggap baik, atau sebaliknya. Itulah akibat gagasan relativisme, di mana mereka menganggap tidak ada kebenaran yang mutlak. “Sesungguhnya, gagasan kesetaraan gender adalah mimpi orang-orang feminis.”
Kaum liberal bilang, khamar tidak sama dengan alkohol. Kalau ditempat yang dingin halal, maka alkohol menjadi halal. “Ini sepertinya main-main, tapi wacana ngawur itu terjadi juga di perguruan tinggi.”
Seperti diketahui, gagasan pluralisme sudah menyusup ke kalangan masyarakat awam, termasuk pengajian ibu-ibu di majelis taklim. Yang haram dikatakan halal, yang halal menjadi haram.
Itulah sebabnya, Gus Hamid mencoba mencounternya sedikit demi sedikit, seraya menjelaskan apa arti moderat, liberal, plural dan sebagainya. Itu dilakukan agar orang awam bisa memahami.
“Logika orang liberal itu memang terkesan masuk akal, khususnya bagi masyarakat perkotaan. Maka hati-hatilah dengan jebakan mereka.” Desastian