Jakarta (Voa-Islam) - Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesa (MIUMI) Ahad (8/4) kemarin menggelar Tabligh Akbar “Menolak RUU Gender Liberal” di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jl. Taman Sunda Kelapa No. 16, Menteng, Jakarta Pusat.
Hadir sebagai pembicara dalam Tabligh Akbar tersebut: H. Bachtiar Nasir LS, MM (Sekjen MIUMI), Dr. Adian Husaini (Universitas Ibn Khaldun Bogor), H.M. Zaytun Rasmin, MA (Ketua UUmum Wahdah Islamiyah), Dr. Ahmad Zain an-Najah (Pakar Hukum Islam, DDII), H. Jeje Zainuddin (Pakar Hukum Islam, Persis), H. Henri Shalahuddin, MA (Pakar Gender, INSIST), dan wakil-wakil organisasi muslimah Indonesia lainnya.
Seperti diketahui, draft RUU-KKG tersebut terdiri dari 11 Bab dan 79 pasal. Pertimbangan dibuatnya RUU-KKG, seperti tertera dalam draftnya, antara lain: negara menjamin hak setiap orang untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminatif, sebagaimana diamanatkan UUD RI Tahun 1945.
Juga menimbang, masih terdapat diskriminasi atas dasar jenis kelamin tertentu, shingga kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia belum mencerminkan kesetaraan dan keadilan gender.
Kesetaraan gender yang ditujukan untuk mencapai keadilan gender belum diatur secara komprehensif sehingga belum menjamin kepastian hukum. Disebutkan alasan dibuatnya RUU-KKG adalah mengacu pada Pasal 20 dan Pasal 21 UUD RI tahun 1945.
Pernyataan Sikap MIUMI
Setelah mengkaji dengan seksama draft RUU Kesetaraan Gender dan Keadilan Gender (RUU-KKG) yang dibuat Panja DPR (Timja pada 24 Agustus 2011), MIUMI mengeluarkan pernyatakan sikapnya terkait RUU KKG tersebut. Berikut pernyataan sikap penolakan RUU-KKG, yang dibacakan oleh Sekjen MIUMI, Ustadz Bachtiar Nasir:
Pertama, secara substansial dan mendasar, definisi “Gender (pasal 1 ayat 1) bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itu, seluruh ketentuan yang terkait dengan definisi tersebut, tidak dapat dibenarkan menurut ajaran Islam. Sebab, pembagian peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan dalam Islam tidak berdasarkan pada budaya, tetapi berdasarkan wahyu yang bersifat lintas zaman dan lintas budaya.
Kedua, Makna “Kesetaraan dan keadilan” dalam RUU ini (pasal 1 ayat 2 dan 3) pun bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab, kesetaraan dan keadilan dalam Islam tidaklah berarti persamaan antara laki-laki dalam semua hal.
Ketiga, RUU-KKG (pasal 4) memberikan gambaran yang keliru dan berlebihan tentang kemajuan dan peran perempuan dalam pembangunan, sehingga memaksakan keterlibatan perempuan di ruang publik, di semua lembaga pemerinrtah dan non-pemerintah, dan mengecilkan makna peran perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga dan Pendidikan anak-anak di rumah.
Keempat, RUU-KKG (Pasal 67 dan 70) berpotensi besar untuk mengkriminalkan umat Islam yang karena keyakinan agamanya melakukan perbedaan peran, tanggungjawab, dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.
Kelima, RUU-KKG tidak menyebutkan agama sebagai salah satu asasnya. Karenanya dapat dikatakan bahwa RUU tersebut adalah produk liberalisme yang bertentangan dengan agama dan budaya yang dianut oleh masyarakat Indonesia.
Mengingat begitu mendasarnya kekeliruan draft RUU-KKG ini dan dampak besar yang ditimbulkannya di tengah bangsa Indonesia dan umat Islam khususnya, maka MIUMI menegaskan pernyataan sikap MENOLAK RUU-KKG.
MIUMI mengimbau kepada anggota DPR yang Muslim untuk menyusun RUU sejenis, yang berangkat dari kebutuhan pembangunan bangsa yang adil dan beradab, serta tidak mengabaikan ajaran-ajaran Islam. Desastian