JAKARTA (VoA-Islam) – Wakil Ketua LPPI Indonesia Timur Ustadz Rahmat Abdurrahman LC dalam diskusi “Menyongsong Generasi Gemilang Bersama Cahaya Al Qur’an” di Masjid Al Ikhlas, Jl. Ragunan No. 11, Jatipadang, Jakarta Selatan, belum lama ini, Ahad (8/4), mengatakan, kaum Syiah tak terbantahkan, telah melecehkan para sahabat Nabi Muhammad Saw, seperti Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan sahabat lainnya, termasuk istri Nabi semisal Aisyah.
“Sahabat Rasulullah Saw dikatakan jauh dari Islam, bahkan disebut-sebut telah keluar dari Islam. Banyak buku-buku Syiah yang menerangkan tentang keburukan sahabat. Sebagai conto buku ‘Syiah A-Z’ yang diterbitkan oleh Mizan,” ungkap Ustadz Rahmat, salah satu ulama asal Indonesia yang ikut menandatangani pernyataan 190 ulama dunia Islam terkait Syi’ah.
Sebab kebencian dan kemarahan kaum Syiah terhadap sahabat Nabi saw adalah terkait pandangan, bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah Ali ra. Selain Ali dianggap tidak sah. “Baiat para khalifah sebelum Ali dianggap batal, bahkan menyebutnya sebagai pengkhianat, murtad atau keluar dari Islam. Itulah sebabnya, kaum Syiah tidak pernah menyebut Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khaththab, dan Utsman bin Affan, dengan kata-kata radhiallahuanhu (ra).”
Ustadz Rahmat menuturkan, Timur Tengah tidak akan aman selama masih da kekuatan Barat dan Syiah. “Pada saat kaum Syiah ke Madinah, dan berada di luar Masjid Nabawi, penghinaan terhadap sahabat Nabi kerap dilontarkan. Bukan hanya disebut tidak becus, tapi juga zalim. Abu Bakar dan Umar ra misalnya, dianggap telah merampas kepemimpinan Ali ra. Bahkan para sahabat Nabi pun dikatakan berhala bagi bangsa Quraish,” ujarnya.
Kata Ustadz Rahmat, kebencian kaum Syiah terhadap sahabat Nabi bisa dibuktikan dengan tidak pernah memberikan nama pada anak-anaknya seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Khalid dan Aisyah. Dalam kitab-kitab Syiah, kita membaca pernyataan kebencian itu dengan menyebut sahabat Nabi tersebut sebagai khianat, zalim, bahkan murtad.
Di akhir acara, panitia memberikan doorprize kepada jamaah yang hadi di Masjid al-Ikhlas, Jatipadang, Jakarta Selatan, bagi yang bisa menjawab pertanyaan: Apa pandangan kaum Syiah terhadap sahabat Nabi Saw?
Menggugat Syiah
Dalam makalah Ustadz Rahmat yang dibagikan kepada peserta diskusi yang sebagian besar mahasiswa dan pelajar ini, menjelaskan pernyataan terbaru lebih dari 190 ulama dari berbagai dunia Islam menyeru Iran untuk memperbaiki kondisi ahlussunnah: perbedaan antara Sunni dan Syi’ah adalah perbedaan dalam masalah ushul (prinsip) dan bahwasannya usaha pendekatan antara Syi’ah dan Sunni tidak akan memberikan manfaat sedikipun.
Pernyataan para ulama ini muncul setelah statemen Syaikh DR. Yusuf al-Qaradhawi mendapat serangan bertubi-tubi oleh sebagian media massa Iran. Disebutkan: “Daripada melancarkan serangan kepada Syaikh DR. Yusuf al-Qaradhawi, seharusnya yang patut dilakukan oleh referensi-referensi syi’ah adalah mencabut sumbu penyulut api fitnah yang sebenarnya, yaitu celaan terhadap para sahabat dan orang terbaik dari umat ini serta menerbitkan fatwa…”.
Pernyataan ini juga mendukung pernyataan dari Lembaga Ulama al-Azhar, yang di dalam pernyataan itu disebutkan: “…Usaha pendekatan Sunni dan Syi’ah rafidhah tidak akan memberikan manfaat apa-apa, selama tokoh-tokoh Syi’ah masih berkeras untuk menjadikannya sebagai tangga dalam merealisasikan kepentingan perluasan madzhab dan hegemoni politik di negaranya.”
Perbedaan yang terjadi antara Sunni dan Syi’ah Imamiyah al-Itsnay ‘asyariyah adalah perbedaan dalam masalah ushuluddin (prinsip-prinsip agama), bukan permasalahan furu’ atau cabang-cabangnya. Sifat rububiyyah dan ghuluw terhadap imam mereka memiliki kedudukan yang tidak dicapai oleh malaikat terdekat dan tidak pula oleh nabi yang diutus sebagaimana dijelaskan oleh al-Khumaini dalam risalahnya “al-hukumah al-Islamiyah”.
Statemen ini mengajak para ulama dan umat Islam untuk melakukan perannya dan menyadari akan bahaya perluasan paham Syi’ah yang mengintai miliaran umat, karena ketamakan mereka dalam mensyi’ahkan ahlusunnah, terkadang dengan atas nama oposisi, sebagaimana yang terjadi di Lebanon, kadang atas nama revolusi seperti yang terjadi di Iran, kadang pula atas nama politik kuota sebagaimana yang terjadi di Irak, bahkan kadang atas nama peniadaan diskriminasi, penindasan dan penganiayaan sebagaimana terjadi di Kuwait, Bahrain, Saudi dan Yaman.
Diserukan kepada para ulama Syiah untuk membersihkan kitab-kitab pegangan (semisal Ushuulul Kaafi) mereka yang mencerca sahabat Nabi saw, apalagi menjadikan ucapan-ucapan para imam mereka yang ma’sum sederajat dengan sabda-sabda Nabi Saw dari segi penggunaannya sebagai hujjah, pendalilan dan kesucian. Desastian