Inilah isi kesepakatan yang ditandatangani oleh seluruh ketua umum parpol koalisi pada 23 Mei 2011.
1. Setiap anggota koalisi wajib memiliki dan menjalankan semangat kebersamaan dalam sikap dan komunikasi politik, yang sungguh-sungguh mencerminkan kehendak yang tulus untuk berkoalisi. Anggota koalisi sepakat untuk tidak mengeluarkan pernyataan dan tindakan maupun komunikasi politik yang senantiasa menyerang dan mendiskreditkan satu sama lain sehingga semangat kebersamaan dan soliditas koalisi senantiasa dapat diimplementasikan bersama-sama.
2. Keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh Presiden, (yang dalam hal ini dibantu oleh Wakil Presiden) menyangkut kebijakan-kebijakan politik yang strategis dan posisi-posisi politik yang penting, setelah mempertimbangkan pandangan dan rekomendasi pimpinan partai koalisis pada rapat yang dipimpin oleh Ketua Setgab, wajib didukung dan diimplementasikan baik di pemerintahan maupun melalui fraksi-fraksi di DPR. Menteri-menteri dari parpol koalisi adalah merupakan perwakilan resmi parpol koalisi karena itu wajib menjelaskan dan menyosialisasikan segala kebijakan maupun keputusan yang telah ditetapkan oleh Presiden kepada partainya.
3. Dalam hal mekanisme kerja antara pemerintah dan DPR sesuai dengan fungsi-fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan, parpol koalisi sepakat untuk tetap memberi ruang pembahasan sebagaimana mekanisme kerja yang selama ini berlangsung antara pemerintah dan DPR, melalui forum-forum rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat konsultasi, dan lain-lain.
4. Untuk lebih meningkatkan efektivitas dan komunikasi parpol koalisi, terutama dalam menentukan kebijakan-kebijakan politik yang strategis dan posisi-posisi politik yang penting, Presiden melakukan pertemuan dengan pimpinan parpol koalisi minimal satu kali dalam tiga bulan atau pada waktu-waktu yang ditentukan, yang pelaksanaannya diatur oleh Setgab.
5. Bilamana terjadi ketidaksepakatan terhadap posisi bersama koalisi, terlebih menyangkut isu yang vital dan strategis, seperti yang tercantum dalam butir 2 tersebut di atas yang justru dituntut kebersamaan dalam koalisi, semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi yang terbaik.
Apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang disepakati bersama, maka parpol peserta koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari koalisi. Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi parpol telah berakhir. Selanjutnya Presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada dalam kabinet.
6. Dalam hal Presiden melakukan reshuffle kabinet, sesuai dengan urgensi dan prerogatifnya, Presiden dapat melakukan pergantian personil, perubahan portofolio, dan bahkan apabila sangat diperlukan melakukan pengurangan/penambahan jumlah menteri parpol dalam kabinet. Apabila Presiden mengambil keputusan demikian, di samping merupakan hak prerogatifnya, juga berdasarkan pertimbangan:
a. Evaluasi kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II yang didasarkan pada Kontrak Kinerja dan Pakta Integritas.
b. Efektivitas dan soliditas koalisi KIB II.
c. Masukan parpol koalisi atas permintaan Presiden sebelum keputusan Presiden diambil.
d. Dokumen-dokumen kesepakatan sebelumnya.
7. Guna menjamin terwujudnya koordinasi dan sinergi di antara parpol koalisi, telah dibentuk Setgab Koalisi. Setgab ini diketuai Presiden, dibantu oleh satu wakil ketua. Pelaksanaan rapat-rapat koordinasi diatur oleh Sekretaris Setgab, yang dipimpin oleh pimpinan rapat dalam hal ini para ketua umum parpol koalisi secara bergantian, minimal 1 bulan sekali.
8. Pada prinsipnya semua anggota parpol koalisi bertekad untuk terus bersama-sama dalam koalisi, guna membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga sinergi parpol koalisi dalam menyukseskan pemerintahan SBY-Boediono 2009-2014 dapat benar-benar diimplementasikan. Kesepakatan ini merupakan penyempurnaan tentang Tata Etika Pemerintahan RI 2009-2014 yang ditandatangani pada 15 Oktober 2009.
Kontrak atau perjanjian politik para pemimpin partai politik sebagai pendukung pemerintah itu, hanyalah seperti "pepesan kosong", karena tak ada yang sungguh-sungguh memiliki komitmen membela kepentingan rakyat. Koalisi dalam Setgab itu, hanya membagi-bagi jatah kursi, dan mengeksploitasi DPR, yang jelas-jelas merugikan rakyat. DPR yang konon menjadi wakil rakyat, tidak lagi menjadi wakil rakyat, tetapi hanyalah alat legitimasi pemerintah. Untuk menghadapi rakyat. Dengan jabatan kursi di kabinet.
Seperti terkait dengan kebijakan BBM. Di mana partai-partai yang menjadi koalisi pemerintah itu, memberikan "check kosong" kepada pemerintah dengan tambahan klausul ayat 6A, yang setiap saat pemerintah dapat menaikkan harga BBM, tanpa harus meminta persetujuan lagi DPR. Rakyat menjadi korban partai politik dan pemerintah. DPR yang sudah memberikan dasar legitimasi terhadap pemerintahan SBY, lalu cuci tangan, seakan tidak ikut bertanggung jawab atas kenaikan BBM.
Sekarang pun PKS berbalik badan mendukung Partai Demokrat dalam pengesahan perubahan UU Pemilu semalam, karena PKS takut kehilangan kursi di Kabinet, meskipun Sekjen PKS, Anis Matta, mengatakan sudah tidak lagi memikirkan kursi di kabinet, tapi kenyataannya PKS berbalik saat terakhir, dan mendukung Partai Demokrat, sebagai penebus dosanya, saat paripurna tentang kenaikan BBM. PKS memang partai asli bunglon, yang tidak memiliki pendirian, dan hanya kursi yang menjadi kiblatnya. (af/kps)