JAKARTA (VoA-Islam) – Selama empat hari, sejak 26-29 April 2012, Dewan Masjid Indonesia (DMI) menggelar Muktamar VI di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Salah satu agenda mukmatar DMI adalah pemilihan Pimpinan Pusat DMI untuk lima tahun ke depan untuk masa bakti 2011-2016.
Menurut Ketua Panitia Muktamar VII DMI, DR. H. Machfud Sidik, Muktamar merupakan pemegang kekuasaan tertinggi merupakan amanah Anggaran Dasar DMI yang dilaksanakan lima tahun sekali oleh Pimpinan Pusat DMI untuk memutuskan dan menetapkan AD/ART, Program Kerja, dan memilih Pimpinan Pusat DMI untuk lima tahun ke depan.
Terbetik kabar, ada beberapa nama yang menjadi kandidat atau calon Pimpinan DMI yang baru, diantaranya: Natsir Zubaidi, Goodwil Zubeir, bahkan Jusuf Kalla (mantan Wapres RI). Hingga berita ini diturunkan, belum diputuskan siapa Ketua Umum PP DMI yang baru.
Dikatakan Mahfud, Muktamar VI DMI seyogianya diselenggarakan pada bulan Juli 2011sesuai masa periode kepengurusan, namun mengingat satu hal, muktamar ditunda, dan baru terlaksana saat ini. Muktamar dihadiri oleh Pimpinan Pusat, wilayah, daerah, wakil organisasi pendiri, wakil takmir masjid, badan otonom, serta para peninjau.
Ada beberapa agenda penting yang mengemuka dalam muktamar ini, antara lain: Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum PP DMI masa bakti 2006-2011, Launching TV Syariah DMI, dan Pemilihan Ketua UMum PP DMI Masa Bakti 2011-2016.
DMI Evaluasi Diri
Dalam Laporan pertanggungjawaban Pimpinan Pusat DMI Masa Bakti 2006-2011, yang ditandatangani oleh Ketua Umum PP DMI, KH. Dr. Tarmizi Taher dan Sekjen H. Tabrani Syabirin, Lc, MA, diakui, selama lima tahun masa bakti PP DMI 2006-2011, ada program yang ditangani dan berhasil, tetapi ada program yang tidak bisa ditangani dan gagal.
Dikatakan, PP DMI sebagai organisasi tingkat pusat berupaya semaksimal mungkin melakukan reformasi dan revitalisasi organisasi kemasjidan. “Kita tetap konsisten dan komitmen bahwa DMI adalah organisasi Kemasjidan yang berbasis masjid. Oleh karena itum pengurus DMI hendaknya memahami dan memiliki wawasan Keislaman, Kemasjidan, dan Keindonesiaan.
DMI yang memasuki usia 35 tahun (1977-2012) mengakui, tantangan dan ujian berat terkait dengan penyelematan eksistensi akidah Islamiyah yang terus terusik dengan kehadiran berbagai ajaran sempalan di dalam Islam yang terus menyebar secara massif di berbagai daerah di Indonesia.
KH. Tarmizi Taher mengungkapkan, ada beberapa hal pokok yang perlu menjadi perhatian bersama, diantaranya: DMI tidak boleh jauh dan ada jarak dengan Organisasi Kemasjidan. DMI harus membina, menumbuhkan dan mengoptimalkan peran serta masjid dalam mewujudkan persatuan umat Islam Indonesia. Semua program dan amal usaha DMI harus disusun dan dilakukan berorientasi pada dakwah.
Sikap independensi DMI yang berasaskan Islam, kata mantan Menteri Agama RI itu, hedaknya kembali ke jati diri semula, bebas dan tidak tergantung kepada siapapun, memiliki kemandirian dan merdeka dalam menentukan sikap, jangan sampai ikut menjadi korban dari sebuah “kebijakan” penguasa.
Dengan jujur, Ketua Umum Masa Bakti 2006-2011 ini menegaskan, secara riel, masjid belum sepenuhnya menjadi basis DMI. Hubungan DMI dengan Pengurus Masjid Indonesia di beberapa tempat masih ada jarak, bimbingan dan pembinaan yang dilakukan oleh DMI terhadap pengurus masjid belum berjalan sebagaimana mestinya.
Lebih lanjut, Tarmizi menyayangkan, fungsi dan peranan semua perangkat organisasi belum optimal, fungsionalisasi pengurus dan mekanisme organisasi belum berjalan secara sinergis. Sebagian pengurus bukan merupakan kader-kader yang dihasilkan dari sistem pengkaderan yang dilaukan secara formal oleh organisasi. Hubungan-hubungan yang terjadi masih bersifat semu, kurang sentuhan emosi keagamaan. Hal ini karena kaderisasi belum berjalan selayaknya.
Selain itu, program kerja masih terbatas pada bidang-bidang tertentu, pelaksanaan program belum merata. Tindak lanjut setiap program yang dilaksanakan terkadang kurangberkesinambungan.
Bahkan, ukhuwah dan kemitraan, jaringan social, baik individu maupun kelembagaan, terutama dengan ulama, umaro, ormas-ormas Islam, lembaga-lembaga Islam masih terbatas. Sementara keberadaan 33 Pimpinan Wilayah DMI dan skitar 35 Pimpinan Daerah DMI dengan jumlah aktivis DMI tidak kurang dari satu juta orang, merupakan kekuatan yang masih perlu dikongkritkan.
Tak kalah penting, strategi pendanaan juga diakui masih lemah, belum ada sumber sdana yang jelas, sistem pencarian dana masih konvensional, sementara berbagai usaha yang dirintis belum membuahkan hasil yang berarti.
Ke depan, kata Tarmizi, harus mengambil langkah-langkah strategis, seperti: Restrukturisasi (penataan ulang) organisasi, membuat panduan pelatihan dan kaderisasi. Juga peru adanya pengaturan status, tata laksana dan tata hubungan antara DMI dengan badan dan lembaga-lembaga yangada di DMI. Disamping perlunya usaha untuk mewujudkan terbentuknya Dana Abadi Organisasi. Desastian