View Full Version
Kamis, 12 Jul 2012

PKS : Memilih Jokowi Atau Foke?

Pilkada DKI putaran pertama usai. Hasil quick count semua lembaga survey, menunjukkan tak ada satupun calon gubernur yang mendapatkan dukungan suara lebih dari 50 persen. Sehingga, kemungkinan Pilkada DKI akan berlangsung dua putaran.

Putaran pertama Pilkada hanya ada dua calon gubernur, yang mendapatkan suara tinggi, yaitu Jokowi dan Foke. Sementara itu, di urutan ketiga Hidayat Nurwahid dengan suara 11 persen.

Lalu, kemana suara PKS dilarikan? Kepada Jokowi atau kepada Foke. Atau PKS memilih golput. Tetapi, pilihan golput itu tidak mungkin dilakukan oleh elite PKS. Karena itu, bukan pilihan elite PKS, dan pasti elite PKS akan lebih memilih berkoalisi dengan salah satu calon,  yang dipandang menguntungkan bagi PKS. Pilihan hanya tinggal kepada Jokowi atau Foke.

Pilihan-pilihan politik  yang akan dilakukan PKS itu, sesungguhnya akan sangat ditentukan oleh kalangan elite PKS, terutama oleh Ketua Dewan Syuro PKS, Hilmi Aminuddin, yang menjadi penentu segala kebijakan.

Karena kebijakan politik yang dipandang penting dan strategis, selalu yang menentukan kebijakannya hanyalah elite politik PKS, terutama Ketua Dewan Syuro PKS, Hilmi Aminuddin, ditambah Sekjen Anis Mata, dan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishak.

Memang, selama ini telah berlangsung komunikasi politik, yang sifatnya intensif dikalangan elite PKS dengan Foke. Tetapi, kegagalan menyandingkan Sani dengan Foke dalam Pilkada di DKI ini, apakah masih membuat para  elite PKS akan tetap melakukan komunikasi politik dengan Foke dalam sebuah koalisi, dan memberikan dukungan calon yang diusung oleh Partai Demokrat itu?

Sementara itu, konon Jokowi telah bermanuver dengan mendekati serta melakukan komunikasi politik dengan Hidayat Nurwahid, usai pemilihan beberapa waktu yang  lalu. Jokowi mengunjungi markas Hidayat Nurwahid di bilangan Buncit. Namun, belum ada kepastian tentang respon sikap Hidayat Nurwahid. Apakah akan mendukung Jokowi atau menyerahkan keputusannya kepada DPP PKS?

Memang, di tahun 2004, di PKS telah terjadi preseden, ketidak-kompakan dalam melakukan pilihan politik di antara elite PKS. Ketua Dewan Syuro PKS, Hilmi Aminuddin ngotot mendukung Jenderal Wiranto, sebagai calon presiden. Sementara lembaga tinggi partai, seperti Dewan Syariah, yang dipimpin Dr.Salim Segaf al-Jufri, Majelis Pertimbangan Partai (MPP), yangdipimpin Kh.Rahmat Abdullah, dan DPP PKS, yang dipimpin Dr.Hidayat Nurwahid, mendukung Amin Rais sebagai calon presiden. Inilah yang mengakibatkan terjadi konflik di internal PKS, cukup  panjang.

Apakah dalam kasus Pilkada di DKI ini akan berulang kembali? Seperti di tahun 2004, ketika harus menentukan pilihan dukungan dalam pemilihan presiden? Ini akan terjadi dinamika diantara internal elite PKS, khususnya dalam menentukan pilihan dukungan? Apakah memilih Jokowi atau Foke. Ini masalah politik yang harus dilakukan PKS. Tentu, sikap ini akan dapat menjadi penilaian yang akan berdampak terhadap sikap rakyat Jakarta terhadap PKS di masa depan.

"Komunikasi politik yang dibangun antar kandidat dan institusi masing-masing partai juga terus dilakukan, ini kan dalam rangka mencapai kesepakatan-kesepakatan. Artinya apa yang bisa kita dapat saat kemudian dukungan itu diberikan apakah kepada Jokowi atau Fauzi Bowo," ujar politikus PKS Nasir Jamil, di DPR RI, Jakarta, Kamis (12/7/2012).

PKS merupakan salah satu partai yang memiliki basis massa besar di DKI Jakarta, dukungan PKS terhadap salah satu pasangan calon gubernur tentunya akan memberi dampak perolehan suara yang diprediksi cukup signignifikan. Meskipun, dalam Pilkada 2012 ini, suara PKS jeblok, dan Hidayat Nurwahid, hanya mendapat suara 11 persen.

Nasir mempertanyakan, jika dukungan PKS diberikan kepada salah satu pasangan calon gubernur, maka apa yang akan didapat PKS dari pasangan calon gubernur yang didukungnya jika menang nanti, utamanya keuntungan dalam pemenangan pemilu 2014 mendatang, ujarnya.

"Di mana PKS selalu memperhitungkan peluang kemenangan pasangan calon yang diharapkan mampu menghasilkan hasil maksimal bagi PKS dalam pemilu 2014 mendatang," kata Nasir.

Tentu, pilihan dukungan yang akan diberikan kepada salah satu calon, yang akan lebih menguntungkan bagi PKS secara politik. Nampaknya, hitung-hitungannya bukan lagi masalah berkaitan dengan prinsip-prinsip Islam. Siapa yang lebih menguntungkan bagi PKS kepentingan politik di tahun 2014?

Sementara itu, pakar politik UI, Ibrahimsyah menegaskan, tingginya angka golput, menunjukkan kepercayaan publik kepada partai maupun tokoh yang maju dalam Pilkada DKI itu, sangat rendah. 

Rakyat yang mengambil sikap golput, menunjukkan mereka tidak lagi percaya terhadap partai politik dan tokoh-tokohnya. Karena mereka sekarang secara telanjang, tokoh-tokoh partai politik, sangat korup. mi


latestnews

View Full Version