JAKARTA (VoA-Islam) – Sekitar pukul 13.30 WIB, puluhan warga Petamburan, dari ibu-bu, bapak-bapak, remaja hingga anak-anak, berbondong-bondong menuju Masjid Jami al-Islam, Petamburan II, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ketika ditanya Voa-Islam ihwal kehadirannya ke masjid, beberapa warga mengaku tidak tahu menahu maksud dan tujuannya. Sebagian warga mengatakan, bahwa mereka disuruh Ketua RT (Pak Rahman) untuk berkumpul di masjid ba’da shalat zuhur, tepatnya pukul 13.30 WIB.
Rupanya, Siang tadi, Selasa (17/7) warga diajak RT setempat (Rt 13/3) untuk mengikuti Tabligh Akbar di Masjid Jami al-Islam, Jl. Petamburan II, Tanah Abang, dengan tema “Dengan Semangat Ramadhan: Mari Kita Jauhkan Umat Islam dari Faham-faham Radikal dan Jadikan Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin Bagi Seluruh Umat.”
Acara ini diselenggarakan oleh Jaringan Insan Muda Indonesia bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Hadir sebagai pembicara, KH. Nuril Huda (PBNU). Wawan Purwanto (pengamat intelijen), dan Habib Novel (FPI).
Dalam sambutannya, KH. Nuril Huda dari PBNU lebih banyak mengupas persiapan umat Islam menghadapi Ramadhan. Sementara itu pengamat intelijen Wawan Purwanto mengajak jamaah dari kalangan masyarakat awam, agar berislam secara moderat. Umat Islam diminta agar mewaspadai bahaya teroris. “Pasca reformasi ada upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Bahkan ada sekelompok masyarakat yang anti Pancasila.
Sementara itu Habib Novel dari Front Pembela Islam (FPI) menegaskan, agar umat Islam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. “Jika kita melihat kemungkaran ubahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu dengan lisanmu, jika tidak mampu juga dengan hatimu, namun inilah selemah-lemah iman. Oleh sebab itu, umat Islam jangan diam ketika melihat kemungkaran.”
Sepertinya apa yang diucapkan Habib Novel dari FPI justru bertentangan dengan program BNPT yang tidak menginginkan benih radikalisme di Indonesia. Seperti diketahui, banyak pihak menilai FPI sebagai ormas Islam radikal. Kalangan liberal bahkan menginginkan agar FPI dibubarkan.
Menurut Habib Novel, isu teroris adalah rekayasa pemerintah. Buktinya, setiap terjadi kasus korupsi yang melibatkan pejabat tertentu, tiba-tiba kasus terorisme dimunculkan sebagai upaya untuk mengalihkan isu.
Stigmatisasi radikal yang dialamatkan pada kelompok Islam seperti FPI, kata Habib Novel, adalah bentuk pembusukan opini yang dilontarkan kaum liberal, yang memang tidak suka degan gerakan Islam yang selama ini berdakwah menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Untuk menyambut bulan suci Ramadhan, FPI menyerukan kepada semua pihak agar menghormati bulan yang mulia ini. Dalam melakukan aksinya, FPI tetap akan menggunakan prosedur. FPI akan mendorong pemerintah daerah agar menertibkan tempat hiburan yang buka dibulan Ramadhan. “Pihak yang menyebut FPI radikal, adalah upaya menggiring opini busuk. Yang jelas, FPI tetap pake prosedur.”
Pertanyaan Titipan
Dalam session kedua, warga diberi kesempatan untuk bertanya. Lucunya, pertanyaan warga sudah dipersiapkan dengan secarik kertas. Ada tiga penanya yang sudah diatur oleh pihak panitia. Yang pasti pertanyaan itu adalah sebuah “titipan” atau “pesan sponsor” yang hendak menggiring opini publik untuk menyudutkan gerakan Islam radikal seperti FPI, yang selama ini dituduhkan.
Simaklah pertanyaan-pertanyaan rekayasa yang dilontarkan warga yang dibaca pada sobekan kertas tersebut. Penanya pertama bertanya, menurut anda apakah terorisme masih akan terjadi? Penanya kedua, bagaimana cara menyikapi gerakan Islam radikal? Penanya ketiga, bagaimana seharusnya media dalam memberitakan kasus terorisme?
Sudah pasti, Wawan Purwanto menjawab dengan mudah titipan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sedangkan Habib Novel dari FPI tetap menjawab dengan kritis. Menurut Habib Novel, tidak adil jika stigmatisasi radikal dilekatkan pada kelompok Islam tertentu. Karena lapisan masyarakat, mulai dari buruh, pelajar, gerakan separatis, termasuk polisi jika bertindak anarkis, juga bisa disebut radikal.
“Sedangkan media kerap menanyangkan gambar yang sudah kadaluarsa, terus dilakukan berulang-ulang. Tentu saja gambar yang berulang-ulang itu dimaksudkan untuk menggiring opini masyarakat agar membenci kepada kelompok Islam tertentu. Jelas ini tidak adil,” kata Habib Novel.
Sebelum acara usai, terlihat satu per satu jamaah keluar dari masjid. Ketika narasumber sedang bicara, jamaah yang kebanyakan dari kalangan ibu dan anak-anak ini justru asyik ngobrol sendiri. Apa yang disampaikan narasumber, sepertinya masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.
Tarhib Ramadhan ala BNPT pun tak berpengaruh sedikit pun. Terlebih, warga yang datang menghadiri Tabligh Akbar ini diiming-imingi uang yang tak seberapa. Dan benar saja, Voa-Islam menyaksikan secara langsung, warga yang meninggalkan masjid “dikepali” uang transport dari panitia. Memalukan! (Desastian)