JAKARTA (voa-islam.com) – Pemerintah Amerika Serikat akan membangun gedung Kedutaan Besar baru di Indonesia senilai Rp 4,2 triliun (450 juta dolar AS).
Gedung Kedubes AS, yang terletak di kawasan Jalan Medan Merdeka Selatan No.4 Jakarta Pusat, akan dimodernisasi dengan menggunakan teknologi dan standar tinggi dalam hal perancangan dan tata ruang.
Gedung baru 10 lantai dengan seluas 36.000 meter persegi (3,6 ha) itu melibatkan 5000 pekerja dan baru selesai dibangun tahun 2017. Kedutaan Besar ini akan menampung para staf kedutaan dan misi AS untuk ASEAN di Jakarta.
Tentu saja pembangunan gedung kedubes AS tersebut membuahkan penolakan di tengah masyarakat Indonesia. Pasalnya selama ini AS bukanlah negara yang bersahabat bahkan secara nyata memerangi umat Islam.
Hal itu dikemukakan Farid Wajdi dalam Halqoh Islam dan Peradaban (HIP) Edisi 40, bertajuk “Mewaspadai Markas Militer Amerika Dijantung Ibukota” di Adhiyana Wisma Antara, Jakarta.
“Kita tidak peduli kalau Amerika negara yang bersahabat, persoalannya adalah Amerikan bukan negara yang bersahabat, Amerika adalah negara penjajah yang dalam fiqih Islam masuk dalam kategori muharriban fi’lan artinya negara kafir yang dengan nyata memerangi umat Islam,” ujar ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia, Rabu (18/7/2012).
Sebagai negara muharriban fi’lan seharusnya Indonesia tidak mengadakan hubungan diplomatik apapun dengan Amerika, dan status hubungan dengan Amerika adalah hubungan perang
Ia menilai Amerika ibarat perampok yang sedang menyatroni korbannya, maka apakah pantas jika perampok datang malah justru difasilitasi untuk menghabasi korbannya.
“Kenapa kita harus menolak? kalau kita punya rumah, datang perampok ke rumah kita, kemudian perampok itu kita usir atau kita suguhi kopi? Atau kita sediakan kamar khusus, kamudian perampok di kamar itu kita bolehkan melakukan apa pun termasuk mengasah pisaunya supaya tajam bisa menyembelih tuan rumah? Bagaimana sikap kita?
Tentu sebagai orang yang normal, orang yang masih memiliki al izzah (kemuliaan) kita akan menolak perampok seperti ini. Nah, kurang lebih seperti itulah keberadaan kedutaan besar Amerika di Indonesia. Sebagai negara muharriban fi’lan seharusnya Indonesia tidak mengadakan hubungan diplomatik apapun dengan Amerika, dan status hubungan dengan Amerika adalah hubungan perang,” paparnya dihadapan ratusan hadirin.
Menurutnya, semakin besar kedutaan suatu negara jelas menunjukkan tingginya aktifitas dan kepentingan negara tersebut.
“Semakin besar kedutaan besar suatu negara di suatu negara itu menunjukkan aktifitas nagara itu semakin tinggi. Kalau aktifitas negara itu semakin tinggi berarti kepentingan negara itu terhadap wilayah tersebut semakin tinggi,” jelasnya.
Kalau kita lihat pembangunan kedutaan besar Amerika yang terbaru, nanti ada yang namanya Marine Security Guard quarters, yaitu semacam tempat di mana pasukan marinir Amerika bisa bercokol di sana
Ia kemudian mengungkapkan bahwa bercokolnya marinir AS sebagai pengamanan di kedutaan besar Amerika yang baru merupakan bukti bahwa pembangunan Kedubes AS bukanlah pembangunan biasa namun berpotensi sebagai markas militer.
“Rata-rata Kedutaan Besar Amerika di dunia ini dikawal oleh pasukan marinir. Nah, ini banyak diprotes sebenarnya oleh negara-negara lain, bagaimana sebuah kedutaan besar itu dikawal oleh pasukan militer? Sebenarnya pengawalan itu bisa dicukupkan kepada polisi di daerah negara yang bersangkutan atau satpam, tapi kenapa Amerika kemudian manjadikan marinir sebagai pengawal kedutaan besar Amerika?
Kalau kita lihat pembangunan kedutaan besar Amerika yang terbaru, nanti ada yang namanya Marine Security Guard quarters, yaitu semacam tempat di mana pasukan marinir Amerika bisa bercokol di sana,” ungkapnya. [Ahmed Widad]