JAKARTA (VoA-Islam) -Sangat disayangkan, fenomena yang muncul di masyarakat kita, menunjukkan Ramadhan dan keistimewaannya, tidak lebih dari musiman. Yakni musim berbondong-bondong orang pergi ke masjid, khususnya shalat taraweh. Itupun hanya di hari-hari pertama dan tak bertahan sampai akhir Ramadhan.Demikian dikatakan Ustadz Fathuddin Ja'far yang menerangkan bagaimana manajemen Ramadhan ala Rasulullah Saw yang harus diteladani oleh kaum muslimin.
Musiman apalagi? Ramadhan datang, banyak seleb mendadak religius, yang terbisa vulgar di depan publik, mulai menutup aurat dengan pakaian muslimahnya (berjilbab). Di bulan suci ini pula, musim kreatifitas seni dan budaya menjadi lebih bernuansa relijius, pengajian dan ceramah Islam dimana-mana, menyantuni anak yatim dan fakir miskin begitu bergairahnya.
Tapi, setelah Ramadhan usai, selesai pula kebiasaan baik tersebut, sehingga jumlah fakir miskin semakin bertambah. Begitu juga, tatkala Ramadhan habis, usai pula ketaatan, ibadah dan kebaikan tersebut.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, Ramadhan dijadikan musim berlomba-lomba mengumpulkan dan memuaskan syahwat makan dan minum. Bulan berlomba-lomba belanja makanan, pakaian dan kendaraan dengan dalih untuk pulang kampung.
Menurut Fathuddin, Ramadhan disikapi hanya sebatas formalitas dan tak jarang pula dimanfaatkan sebagai peluang bisnis mencari kekayaan. Perilaku di bulan Ramadhan seperti ini, tak pelak akan menjadi perilaku yang berlanjut setelah Ramadhan usai, dan begitu seterusnya hingga bertemu Ramadhan berikutnya.
Pantaslah, jika syahwat menjadi masalah besar dalam hidup kita. Perilaku buruk, seperti, suka berbohong, bergunjing, hasa (dengki), tamak (rakus), menipu, curan, berzina, tidak bisa wara’ (menjaga diri dari makanan dan minuman yang haram dan syubhat), korupsi dan segala bentuk tindakan amoral lainnya, pun kerapkali kambuh dan tumbuh subur kembali setelah Ramadhan usai.
Itulah akibat umat menjadikan Ramadhan justru membiarkan syahwat itu berkembang biak, bukannya menambah ketakwaan pada Allah. Inilah realita yang tak dipungkiri di masyarakat, betapa living cost (biaya hidup) kita justru jadi semakin tinggi. Kebutuhan makanan, pakaian, uang, kendaraaan dan sebagainya menjadi meningkat tajam selama bulan Ramadhan.
"Demand (permintaan berbagai kebutuh hidup melonjak tajam sehingga mengakibatkan harga-harga membumbung tinggi yang berefek langsung terhadap bertambahnya kesulitan hidup puluhan juta masyarakat yang tidak mampu (fakir miskin). Ditambah lagi dengan tradisi pulang kampung dan pesta lebaran yang membutuhkan biaya yang sangat besar. Ini menandakan, syahwat duniawi telah tertanam di bulan Ramadhan."
Selain itu, umat kurang menghayati seputar ibadah Ramadhan serta pelaksanaannya, sehingga melenceng dari format Training Manajemen Syahwat yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya. Akibatnya, target untuk meraih taqwallah rahmat Allah, dan maghfirah (ampunan) dan selamat dari ancaman neraka Allah, menjadi tidak tercapai. Desastian