View Full Version
Senin, 23 Jul 2012

Tiga Syahwat yang Harus Dijaga Di Bulan Ramadhan & Usai Ramadhan

JAKARTA (VoA-Islam) – Ada lima hal yang perlu diperhatikan umat Islam dalam kaitannya dengan bulan suci Ramadhan. Pertama, sebelum memasuki Ramadhan. Kedua, saat memasuki Ramadhan. Ketiga, setelah memasuki Ramadhan. Keempat, ketika memasuki 10 hari terakhir Ramadhan, dan kelima, setelah berakhir Ramadhan.

Perlu diketahui, para sahabat dan generasi setelah mereka (tabi’in) selalu merindukan kedatangan Ramadhan. Mereka selalu berdoa agar diberi Allah kesempatan menemui Ramadhan sejak enam bulan sebelum Ramadhan tiba. Begitu Ramadhan datang, mereka kembali berdoa, agar Allah memberi kesehatan dan keselamatan, sehingga dirinya mampu menjalankan ibadah Ramadhan dengan sempurna dan diterima segala amalnya.

Tidak cukup sampai disitu, para sahabat dan tabi’in pun berdoa, agar mereka dipertemukan kembali dengan Ramadhan pada tahun berikutnya.  Itu disebabkan, mereka yakin, bahwa Ramadhan adalah bulan yang penuh rahmah (kasih sayang), maghfiroh (ampunan), dan keselamatan dari api neraka.

Imam Nawawi sampai berkata: “Celakalah kaum Ramadhaniyyin”. Mereka tidak mengenal Allah, kecuali di bulan Ramadhan. Begitu Ramadhan usai, mereka kembali pada perilaku jahiliyahnya.

Rasulullah tidak pernah mencontohkan umatnya, ketika menyambut Ramadhan, atau saat memasuki Ramadhan, seperti melakukan arak-arakan pawai keliling kota sambil memukul bedug dan sebagainya. Tidak pula dengan petasan yang jelas-jelas mubazir dan menimbulkan keributan. Bukan pula dengan ajang promosi produk dan iklan diri agar dikenal dan dipilih masyarakat untuk menjadi pejabat.    

Menjaga Segala Syahwat

Di bulan Ramadhan, Rasulullah dan sahabat justru memfokuskan diri untuk mengendalikan tiga induk syahwat yang ada dalam diri manusia, yakni syahwat makan, syahwat minum dan syahwat kemaluan (seks). Ketiga induk syahwat ini mengendalikan syahwat-syahwat yang lain, seperti syahwat mata, telinga, lidah, ketenaran, kesombongan dan kekuasaan. Inilah inti shaum yang diwajibkan Allah Swt.  

Sebagai contoh, seorang koruptor, ia melakukan korupsi, bukan karena ia tidak mendapatkan gaji yang cukup, atau bukan karena tidak bisa makan dan minum. Akan tetapi, ada dorongan syahwat untuk melakukan kejahatan korupsi itu.  Karena tidak terbiasa memenaj syahwat halal, maka ia dengan mudah terdorong dan tertipu oleh syahwat haram, sehingga sifat tamak dan kerakusan dalam dirinya begitu dominan dalam dirinya.

Ketika ujung-ujungnya perut, syahwat makan dan minum telah mendorongnya pada perbuatan yang diharamkan oleh agama (Islam), seperti melakukan praktek riba, risywah (sogok menyogok), korupsi dan sebagainya.

Begitu juga, perselingkuhan terjadi, bukan hanya dilakukan oleh lelaki dan wanita lajang, akan tetapi juga dilakukan oleh mereka yang sudah punya pasangan suami-istri yang halal.

 Qiyam di Bulan Ramadhan

Setelah sepanjang hari bergulat dengan dorongan-dorongan berbagai syahwat, malam harinya tak lantas digunakan untuk istirahat. Rasulullah Saw dan sahabatnya memanfaatkan malam hari untuk qiyam (berdiri untuk beramal ibadah), seperti shalat taraweh, berzikir, membaca dan tadabbur Al Qur’an. Dengan demikian, ada dua training yang dilakukan Rasulullah selama Ramadhan, yakni traning manajemen syahwat dan sekaligus training manajemen ibadah.

Sepuluh hari terakhir Ramadhan, Rasulullah dan para sahabat telah menghabiskan waktunya di masjid, bukan di pasar (dari yang tradisional sampai modern), tempat kerja, kunjungan daerah dan sebagainya, seperti dilakukan masyarakat kita kebanyakan.  

Janji Allah yang menjadikan Lailatu Qadr, sebuah momen yang nilainya lebih baik dari seribu bulan, tak membuat umat ini tertarik untuk meningkatkan ibadahnya. Padahal, Rasulullah adalah orang yang paling sibuk berdakwah dan mengurusi umatnya. Begitu juga para sahabat yang paling giat berdakwah dan berjihad di jalan Allah, namun tetap bisa melaksanakan I’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan. Desastian


latestnews

View Full Version