JAKARTA (VoA-Islam) –Jika mengaku Muslim, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus memberikan suaka politik pada pengungsi etnis muslim Rohingya yang lari ke Indonesia. Di Tanjung Pinang, nasib etnis yang berabad-abad hidup di Myanmar itu terlunta-lunta selama sepuluh bulan.
Dalam kunjungannya ke Rumah Detensi Imigrasi Tanjung Pinang, Rabu 25 Juli 2012, nggota Dewan Perwakilan Rakyat Herlini Amran menemukan fakta nasib etnis Muslim Rohingya yang berabad-abad hidup di Myanmar, terlunta-lunta selama sepuluh bulan di tempat pengungsian. “Mereka lari dari negaranya untuk mencari perlindungan di negara lain seperti Indonesia, namun hingga kini tidak ada kejelasan tentang nasibnya di kemudian hari,” ujar Herlini Amran.
Penderitaan muslim Rohingya harus segera mendapat perhatian serius dari Presiden SBY. Indonesia harus mendorong Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan seluruh pemimpin dunia untuk mendesak Myanmar agar menghentikan kebiadaban atas Muslim Rohingya. Kasus pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan kejahatan kepada kemanusiaan ini harus dibawa ke Mahkamah Internasional.
Di tempat pengungsian, Herlini memberi semangat kepada pengungsi Rohingya untuk tabah, sabar dan banyak berdoa di bulan Ramadan yang suci ini. Herlini juga memberikan bantuan Al Quran kepada pada pengungsi sebagai sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Salah satu pengungsi Rohingya di Rudenim, Tanjung Pinang berkata, “Di Tanjung Pinang ini terdapat 82 orang pengungsi asal Rohingya, 13 diantaranya anak-anak, dan yang paling kecil, bahkan ada yang masih berumur 9 tahun. Yang lainnya tersebar di 13 tempat lain di Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, pengungsi Muslim Rohingya itu mengatakan, “Kami lari dari negara kami Myanmar untuk mencari suaka politik di negara lain untuk mendapatkan kedamaian dan kebebasan. Yang kami butuhkan saat ini hanya kebebasan dan suaka politik dari negara lain,” katanya.
Herlini Amran yang merupakan anggota DPR asal Kepulauan Riau ini berharap, “Pemerintah harus proaktif memberikan suaka politik kepada muslim Rohingya yang lari dari negaranya, karena hampir 20 tahun hidup dalam teror dan penindasan,” katanya.
Perkuat Diplomasi
Sementara itu, Komisi I DPR meminta pemerintah untuk memperkuat diplomasi dengan Myanmar. Hal itu diperlukan agar kekerasan terhadap muslim Rohingya dapat segera dihentikan. Pemerintah Indonesia harus kuat melakukan diplomasi kepada pemerintah Myanmar untuk menghentikan kekerasan, dan menjamin keamanan. Sekaligus membuka pintu bagi bantuan kemanusiaan serta menerima muslim Rohingya sebagai warga negara.
Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq kepada wartawan, Kamis (28/7/2012), mengatakan kekerasan terhadap muslim Rohingya sudah mengarah pada ethnic cleansing. Sepertinya kebiadaban ini akan terus berlanjut. Kecuali, jika pemerintah Myanmar mau membuka kebijakan politik untuk menerima mereka sebagai bagian dari warga muslim arakan dan bagian dari warga negara Myanmar.
"Hentikan segala bentuk diskriminasi. Jika hal ini dilakukan, negara tersebut akan menjadi pijakan sangat penting dalam mengelola pluralisme secara demokratis di Myanmar," tutur Wasekjen PKS ini.
Mahfudz menyayangkan pemerintah Myanmar dan Aung San Su Kyi tetap bersikeras dengan tidak mengakui muslim Rohingya sebagai bagian warga negara Myanmar. Padahal muslim Rohingya sudah menetap puluhan tahun dan jumlahnya hampir 1 juta jiwa.
Sebelumnya Menlu Marty Natalegawa menegaskan komitmen pemerintah Indonesia untuk muslim Rohingya di Myanmar. Indonesia tidak diam saja, tetapi berjuang melalui jalur internasional. Marty menjelaskan, dalam berbagai forum internasional, seperti di PBB dan juga Organisasi Konferensi Islam (OKI), Indonesia meminta agar masalah muslim Rohingnya menjadi pembahasan.(Desastian/dbs)