View Full Version
Jum'at, 27 Jul 2012

Renungan Ramadhan: 5 Hal yang Mulai Diabaikan Umat Islam Saat Ini

JAKARTA (VoA-Islam) – Diutusnya Nabi Muhammad Saw ke dunia ini tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dengan akhlak, ajaran Islam tersebar hingga seluruh belahan dunia. Namun, sepertinya, potret wajah Islam saat ini kian buram, dikarenakan umatnya tidak mengedepankan akhlak.

Islam mengajarkan bagaimana umatnya  menjadi muslim yang baik. Tidak hanya bagi dirinya sendiri, tapi juga bagi orang lain. Ketika umat Islam memiliki pribadi-pribadi yang unggul, tentu saja Islam menjadi pesona dan daya tarik tersendiri, sehingga terbentuklah masyarakat madani dengan menjadi muslim yang kaffah. Sebagai evaluasi, ada lima hal yang perlu diperhatikan umat Islam agar tidak mengabaikannya.   

1. Tidak Menepati Janji

Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang berkata kepada anak kecil mari ke sini, nantisaya beri kurma ini”, kemudian dia tidak memberinya, berarti dia telah membohongi anak itu.” (HR. Ahmad)

Mengukur kebaikan seseorang, bukanlah dilihat dari status sosial dan ketinggian ilmu yang dimilikinya. Sekalipun, orang itu berpredikat ustadz, kiai, ataupun professor, jika ia tak menepati janji bila berjanji, maka orang itu belum bisa dikatakan shaleh. Persoalan janji, bukanlah hal yang remeh temeh dan dianggap sepele. Janji yang tak ditepati, meski hanya sesekali, maka berkuranglah kadar keimanan seseorang.

Bukankah Rasulullah saw menandai tiga ciri orang munafik: “Jika berkata ia dusta, jika berjanji ia ingkar, jika diberi amanah ia khianat.”(HR. Bukhari- Muslim)

Menurut Ustadz Ahmad Yani (Ketua Umum Khairu Ummah) dalam materi Ramadhannya “Be Excellent: Menjadi Pribadi Terpuji”, meskipun seseorang mau menepati janji, tetap saja ia harus mengucapkan Insya Allah. Jika ada halangan saat ia harus memenuhi janjinya, maka kabari orang yang dijanjikannya itu.

Kendati kata “Insya Allah” sudah diucapkan, maka orang itu harus berusaha untuk memenuhi janjinya. Kata Insya Allah tak bisa dijadikan dalih untuk tidak menepati janji, padahal ia tak mendapat halangan apapun.

Ingatlah, janji itu utang dan utang itu wajib ditunaikan. Bila seorang muslim tidak memenuhi janji, maka rusaklah citranya. Pepatah mengatakan, sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tidak akan pernah percaya.

2. Tidak Jujur dalam Berkata dan Perbuatan

Betapa banyak perilaku korup di negeri ini, sehingga meraih rangking teratas. Ini menunjukkan bahwa kejujuran semakin diabaikan. Orang jujur pun semakin langka. Padahal, Rasulullah saw dikenal sebagai pribadi yang jujur. Karena kejujurannya, beliau dijuluki dengan al-Amin atau orang yang dapat dipercaya. Dalam Islam, kejujuran adalah pangkal kebaikan yang akan menghantarkan manusia pada kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Rasulullah Saw bersabda: “Hendaklah kamu semua berikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga.” (HR. Bukhari).

Orang yang selalu berkata dusta, bukanlah oran beriman, seperti firman Allah dalam al Qur’an: “Dan diantara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir”, padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.” (QS. al-Baqarah: 8)

Rasulullah saw juga mengingatkan:”Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama seseorang yang tidak menunaikan janji.” (HR. Ahmad).

Ketika umat Islam memiliki shiddiq (berkata dan bersikap benar), ia akan memperoleh ketenangan jiwa, mendapat keberkahan hidup, menggapai keselamatan, terhindar dari kemunafikan, dan akan dicatat sebagai ahli kebenaran (orang yang jujur).

Rasulullah bersabda: “Jauhilah dusta, karena sesungguhnya dusta itu membawa pada kedurhakaan dan sesungguhnya kedurhakaan itu akan menunjuki manusia ke neraka.” (HR. Bukhari).

Oleh sebab itu, jauhilah dusta dalam berbicara, berjanji, persaksian, dan dalam tuduhan kepada orang yang tidak bersalah.

3. Tidak Punya Rasa Malu

Rasulullah Saw bersabda: “Malu itu cabang dari iman”. (HR. Bukhari).

Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap muslim adalah rasa malu. Adapun malu yang dimaksud adalah ketika melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasulnya. Bila malu itu tertanam, tidak akan tejadi penyimpangan di masyarakat. Tapi jika rasa malu diabaikan, maka kehancuranlah yang akan datang. Pantas, di zaman sekarang, berbuat maksiat dan dosa pun dilakukan dengan rasa bangga.

Benar seperti kata Nabi Muhammmad saw: “Sesungguhnya sebagian dari apa yang telah dikenal orang dari ungkapan kenabian yang pertama adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendak hatimu.” (HR. Bukhari).  

Itulah sebabnya, keimana dan rasa malu ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Malu itu bukan hanya kepada diri sendiri, tapi juga kepada Allah dan orang lain. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya malu dan iman adalah dua hal yang bergandengan, tak dapat dipisahkan. Bila salah satunya diambil, yang lain akan ikut terambil.” (HR. Hakim dan Baihaqi).

Dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda: “Malulah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar malu.” (HR. Tirmidzi).

4. Tidak Mendamaikan Sesama Muslim yang Berselisih

Ingatlah firman Allah Swt, ketika kaum muslimin berselisih paham dengan sesama muslim:

“Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Hujuraat: 9).

Dalam pergaulan, persahabatan, dan pergerakan, adakalanya terjadi perselisihan. Hal ini tak boleh dibiarkan terus berlangsung. Apabila terjadi perselisihan, maka harus ada pihak yang mau menengahi atau mendamaikan secara adil, sehingga kedua belah pihak yang berselisih dan bertikai dapat kembali berdampingan.

Dikatakan Ustadz Ahmad Yani, terjadinya konflik dan berbagai pertentangan hingga terjadi permusuhan diantara sesama kaum muslimin adalah karena diantara mereka ada yang tidak memiliki keikhlasan, atau keikhlasannya telah hilang dari dirinya.

5. Tidak Suka Memaafkan

Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Ada tiga hal yang jika dimiliki seseorang, ia akan mendapatkan pemeliharaan Allah, dan akan dipenuhi dengan rahmat-Nya, dan Allah akan senantiasa memasukkannya ked lam lingkungan hamba-hamba yang mendapat cinta-Nya, yaitu: seseorang yang selalu bersyukur ketika Allah memberi nikmat, seseorang yang mampu (meluapkan amarahnya) tetapi dia memberi maaf atas kesalahan orang, dan seseorang yang apabila marah, dia menghentikan amarahnya.” (HR. Hakim).

Memaafkan kesalahan saudaranya adalah salah satu dari akhlah yang utama. Seperti halnya pesan Nabi Muhammad Saw kepada sahabatnya. “Ya Uqbah, maukah kuberitahukan tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Yaitu, menyambung silaturahim terhadap orang yang memutuskan hubungan denganmu, memberi orang yang menahan pemberiannya kepadamu, dan memaafkan orang yang pernah menganiayamu.” (HR. Hakim).

Bahkan dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman: “Wahai anak Adam, ingatlah kepada-Ku ketika kamu marah, Aku akan mengingatmu jika Aku sedang murka (pada hari Akhir).”

Rasulullah Saw lagi-lagi mengingatkan: “Orang kuat bukanlah yang dapat mengalahkan musuh, namun orang yang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari-Muslim).

Mau tahu, balasan orang yang menahan marah dan suka memaafkan? “Barangsiapa yang menyembunyikan kemarahan, padahal dia mampu melakukannya, Allah akan menyerunya dihadapan para pemimpin makhluk, sehingga Dia memilihkan bidadari untuknya, lalu menikahkan dengannya sesuai dengan kehendaknya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Rasulullah Saw mengingatkan” “Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang paling keras dalam pertengkaran.” (HR. Bukhari). Desastian


latestnews

View Full Version