View Full Version
Ahad, 05 Aug 2012

''Si Pitung Bekasi'' Ingatkan Aktivis Islam agar Ikhlas Berjuang

BEKASI (voa-islam.com) - Kantor berita voa-islam.com dan Infaq Dakwah Club (IDC) menggelar acara berbuka puasa bersama para tokoh dan  aktivis di jantung kota Bekasi, Jawa Barat, pada hari Ahad (4/8/2012).

Acara yang bertajuk; “Meraih Berkah melalui Sedekah dan Dakwah” tersebut dihadiri para tokoh-tokoh Islam, beberapa jurnalis media Islam dan tidak ketinggalan sesepuh aktivis asal Bekasi, H. Muhammad Dachlan.

Saat diminta memberikan taushiyah, pejuang lintas zaman yang kini berusia 85 tahun tersebut, sore itu terlihat begitu tawadhu. “Saya ini tidak ada apa-apanya, tapi orang melebih-lebihkan. Saya bukan ulama, saya bukan jebolan pesantren, saya cuma pernah jadi guru. Tahun 1945 tumbuh pasukan-pasukan perjuangan dari rakyat, saya masuk Hizbullah, kelompok perlawanan Islam bersenjata. Lalu saya aktif di GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), terus saya aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia) sebentar, cuma itu saja sebenarnya,” tuturnya di hadapan jamaah yang hadir di kantor berita voa-islam.com.

Perlu diketahui, tokoh pejuang kemerdekaan berjuluk “Si Pitung dari Bekasi” ini tak pernah berhenti berjihad dengan raga, lisan dan hartanya. Kemerdekaan Indonesia bukan titik akhir karir perjuangannya, ia lalu mencurahkan tenaga dan hartanya untuk mengawali dakwah ke berbagai daerah miskin di pelosok dengan seorang diri, hingga saat ini ia telah melahirkan kader-kader da’i di tempat tersebut.

Sebut saja daerah Tanjung Air, Kramat Batok, Singkil, Sungai Kramat, Poncol di wilayah Bekasi dan daerah Sukaresmi, Jonggol, Kabupaten Bogor semua itu merupakan daerah binaannya dulu.

Bahkan, Haji Dachlan -sapaan akrabnya- adalah sosok yang amat berjasa atas berdirinya kantor berita Voice of Al Islam (voa-islam.com). Atas kelapangan hati beliau, kantor perwakilan berita voa-islam dan markas IDC,  menempati rumahnya, yakni di samping Masjid Agung Al-Barkah di pusat kota Bekasi.

Dalam sambutan acara silaturahim dan buka bersama sore itu, ia menceritakan keikhlasan para pejuang dahulu. “Tidak digaji, kita siap berhadapan dengan musuh-musuh Islam,” ujarnya.

“Waktu tanggal 18 September waktu itu diistilahkan rapat raksasa di IKADA, orang itu datang dari segala penjuru; dari Bekasi, dari Bogor dari Tengerang itu jalan kaki karena kendaraannya tidak ada,” ungkapnya.

“Waktu zaman Jepang anak sekolah sudah diajarkan baris-berbaris, diajak perang-perangan. Makanya waktu awal merdeka saya sudah jadi pelatih perang, baris-berbaris, jadi waktu rapat raksasa itu saya sudah bawa rombongan dari kampung,” kenangnya.

Beliau menuturkan bahwa ia bersama para pejuang lainnya sempat melakukan operasi pertempuran di sekitar Gambir. Sementara, para pejuang asal Bekasi yang bermarkas di Karawang begitu sulit merebut kembali kota Bekasi hingga membutuhkan waktu beberapa tahun.

Dalam peperangan yang dialaminya beliau menjadi saksi mata atas tewasnya ribuan orang di daerah Ujung Harapan, Bekasi yang ketika itu dibantai tentara Belanda.

“Di Ujung Harapan itu mayat itu ribuan, cukup banyaklah mayat bergelimpangan di situ, itu tidak pernah ditulis sampai sekarang. Kita diserang dari 5 penjuru; dari Pondok Ungu, dari Babelan, dari Cilincing dan beberapa tempat lain, sedangkan kita berbaur bersama rakyat di situ,” ungkapnya.

Kisah hidup H. Muhammad Dachlan semakin membuat haru suasana sore itu, meski tubuhnya mulai renta dan sakit-sakitan tapi semangat juangnya tak pernah padam. Maka sudah selayaknya kepada para aktivis agar meneruskan perjuangannya. [Ahmed Widad]


latestnews

View Full Version