View Full Version
Senin, 06 Aug 2012

Diplomat Indonesia Alergi Sebut Tragedi Rohingya sebagai Konflik Agama

JAKARTA (VoA-Islam) – Aneh dan disayangkan, sudah jelas-jelas etnis muslim Rohingya dibantai oleh junta militer Myanmar yang didukung oleh biksu-biksu Budha, namun diplomat Indonesia begitu alergi menyebut konflik ini sebagai konflik agama. Diplomat Indonesia hanya menyebutnya sebagai konflik komunal.

Rafendi Djamin (Wakil RI di KOmisi HAM Asean) menyatakan, konflik komunal di wilayah itu (Mynamar), bukan pertama kali terjadi, tapi sudah berlangsung lama. Ia mencatat, politik diskriminasi dilakukan secara sistematis, mulai dari operasi naga yang digelar,  dan dicabutnya kewarganegaraan, menyebabkan terjadinya pelarian politik besar-besaran pada etnis Rohingya pada tahun 1978-1980-an.

“Selain kewarganegaraannya dicabut, etnis Rohingya harus memperoleh izin untuk kawin. Ada 1,5 juta pengungsi yang kini berada di wilayah Pakistan dan Saudi Arabdia untuk mencari suaka. Tahun 2009, etnis Rohingya ada di Aceh dan Kupang,” kata Rafendi.

Rafendi tidak ingi menyebut konflik yang terjadi di Myanmar sebagai konflik agama. Menurutnya, peristiwa itu adalah kelompok komunal yang berkelahi, tapi seolah melekat dengan konflik agama, padahal itu tak lebih dari konflik etnik. “Persoalannya, bukan muslimnya, tapi etnis Rohingya nya yang dianggap jadi masalah,” tukasnya.  

Ia mengaku lega, sudah ada upaya pertemuan pimpinan Bangladeh dan Myanmar untuk membahas solusi terkait masalah Muslim Rohingya. Rafendi menduga, masalah Rohingya merupakan warisan colonial Inggris, sehingga timbul masalah.

“Mereka yang lari, dikejar untuk dibunuh dan diperkosa, harus mendapat proteksi. Ketika mereka terdampar, negara ASEAN yang ditentukan oleh UNHCR punya tanggung jawab untuk memberi perlindungan sementara. Jadi bukan hanya tangungjawab Bangladesh saja. Tak dipungkiri, krisis humanis terjadi di Myanmar. Karena itu, Bangladesh diminta agar tidak menolak bantuan internasional. Beri mereka makanan, rumah, dan layani  wanita hamil, serta anak-anak,” paparnya.

Pelanggaran HAM Disponsori Negara

Sementara itu, Ifdal Kasim dari Komnas HAM mengatakan, apa yang terjadi di Myanmar adalah sebuah pelanggran HAM yang disponsori oleh negara. KOmnas HAM sendiri, diakuinya, sejak 2009 sudah menangani kasus pengungsi Rohingya di Aceh dan Tanjung Pinang.  Komnas HAM juga berupaya mencarikan jalan untuk memfasilitasi pengungsi. Dalam hal ini Komnas HAM mengajak IOM dan UNHCR sebagai pihak yang menjembatani.

Ifdhal Kasim mengatakan Komnas HAM Myanmar hendaknya menjaga jarak dengan  kebijakan politik pemerintahnya. Jadi ukurannya adalah independensi. Ketika melakukan investigasi setidaknya terhindar dari kompromi yang ketat. Terbukti, Komnas HAM Myanmar ketika mengumumkan jumlah korban, menunjukkan angka yang kecil, dibanding laporan badan internasional lainnya. Bahkan, Komnas HAM Myanmar menyebut tidak ada pembantaian di negaranya.“Jika tidak bisa menjaga jarak, bagaimana mungkin dapat memproteksi kewarganegaraan etnis Rohingya." Desastian


latestnews

View Full Version