TANGERANG (voa-islam.com) - Mustaqim Abdullah adalah salah satu santri Pondok Pesantren Umar Bin Khattab (UBK), usianya masih sangat mudah, baru 16 tahun. Remaja yang duduk di bangku SMP ini ditangkap Densus 88 saat hendak menguburkan jenazah ustadz Firdaus, kakak kandungnya sendiri, Selasa (12/8/2012).
Ustadz Firdaus, sebagaimana dikisahkan sebelumnya, adalah seorang guru di Ponpes UBK. Ia gugur saat hendak menjinakkan bom di Ponpes tersebut, Senin (11/8/2012).
Saat dikunjungi voa-islam.com, Kamis (9/8/2012), ia menceritakan bahwa saat ditangkap dirinya mengalami penyiksaan dari Densus 88. Bahkan menurut pengakuannya ia sempat muntah darah akibat penyiksaan tersebut.
Mustaqim bukanlah artis atau anak seorang artis, dirinya sama sekali tak mendapatkan perhatian maupaun pembelaan dari khalayak. Bahkan pembelaan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun tak terdengar.
Bocah asal Desa O’o, di Dompu, kabupaten yang bersebelahan dengan Bima, ini pun disidang bersama dengan para mujahid lainnya di PN Tangerang. Ia divonis satu tahun penjara oleh majelis hakim karena memberikan bantuan terorisme dan menyembunyikan informasi.
Menurut majelis hakim, Mustakim terbukti melanggar pasal 13 huruf c Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dari proses persidangan ini membuktikan jika undang-undang perlindungan anak di negeri ini sama sekali tak berguna. Bocah SMP seusia Mustaqim tak seharusnya dijerat pasal terorisme, sebab seperti yang tercantum pada pasal 7 (1) Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa diajukan ke Sidang Anak, sedangkan orang dewasa diajukan ke sidang bagi orang dewasa.
Penanganan proses hukum Mustaqim yang sama dengan orang dewasa jelas akan mengakibatkan stigmatisasi terhadap diri sang anak, sehingga bisa mengganggu psikologinya. Dari sini patut dipertanyakan, dimanakah nurani aparat penegak hukum di negeri ini? Tak adakah keadilan bagi para tersangka kasus ‘terorisme’ sekalipun ia seorang bocah?
Meski demikian, saat ditemui di LP Anak-anak Tangerang, Mustaqim terlihat tegar menjalani sisa masa tahanan. Ia tergolong anak yang kuat saat badai ujian menimpanya.
Di bulan Ramadhan, saat anak-anak seusianya dibanjiri kasih sayang dari orang tua, namun hal itu tak berlaku bagi Mustaqim. Ia mengaku, selama dipenjara tak pernah berkomunikasi dengan orang tuanya. Apalagi, keluarganya berada jauh di seberang sana, kendala ekonomi mungkin jadi penghambat tak tercurahnya kasih sayang.
Dari balik jeruji besi ternyata ia tetap berdakwah kepada remaja sesamanya. Ia bahkan mengaku telah membuat sebuah kelompok pengajian yang ia bina sendiri.
Bahkan yang amat menakjubkan mental seorang mujahid terus mengalir dalam nadinya. Kepeduliannya terhadap remaja seusinya tak bisa dibatasi oleh tebalnya tembok. Di akhir pertemuan, ia pun menyampaikan suntai nasehat bagi para remaja yang kini sebagian besar hidup dengan hura-hura.
“Pesan saya, sadarlah! Bahwa kalian itu adalah anaknya Khalid bin Walid, anaknya Sa’ad bin Waqash. Siapa lagi yang akan menegakkan Islam kalau bukan dari tangan kalian? Siapa lagi yang akan menjujunjung tinggi agama ini kalau bukan dari kalian? Siapa lagikah generasi yang akan dirindukan oleh bangsa yang mayoritas Islam yang ingin menegakkan syariat Islam?” ujarnya, kepada voa-islam.com.
Tak hanya itu, mujahid muda ini pun menitipkan sebuah makalah setebal 11 halaman yang ia tulis dari balik terali besi.
Kali ini, objek yang ia tuju bukan lagi para remaja, namun umat Islam, makalah tersebut berjudul “Nasehat untuk Umat; Oleh Mustaqim alias Abu Mush’ab Az Zarqowi.” Sepertinya makalah ini adalah respon darinya atas bencana bid’ah yang melanda umat Islam, sebab di bawah judul makalah tersebut tertulis; “Barang siapa yang beramal dengan bid’ah maka tertolak dan barang siapa yang beramal sesuai dengan tuntunan sunnah maka amal akan diterima. Maka untuk itu wahai saudaraku berpegang teguhlah kalian semuanya kepada Al Qur’an dan As Sunnah.”
Itulah sekelumit sosok Mustaqim Abdullah. Seorang Muslim atau bahkan aktivis yang berfikir jernih tentunya harus merasa malu, jika bocah SMP seusia Mustaqim telah sedemikian maju berdakwah dan beramal, lantas bagaimana dengan kita? Semoga Allah Ta’ala segera membebaskannya. [El Raid]