SAMPANG (voa-islam.com) - Para alim ulama di Madura membentuk sebuah lembaga yang disebut Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura (BASSRA). Bahkan 20 orang delegasi para ulama BASSRA pernah berkunjung ke MUI Pusat pada bulan Januari 2012 lalu.
Waktu itu, ulama BASSRA yang di dalamnya terdapat pengurus MUI Jawa Timur memaparkan bahwa fatwa sesat terhadap Syiah telah dikeluarkan MUI Jatim oleh sebab itu mereka menuntuk MUI Pusat mengeluarkan fatwa yang sama. Selain itu ulama BASSRA juga membahas tentang penanganan konflik Syiah dengan umat Islam di Sampang Madura.
Beberapa waktu berlalu, ulama BASSRA terus memperjuangan aspirasi umat Islam Madura yang tak menginginkan adanya aliran sesat Syiah di daerahnya.
Tak diduga, bentrokan terhadap pengikut aliran sesat Syiah kembali terjadi di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben dan Desa Bluuran, Kecamatan Karang Penang, Sampang, Madura. Bentrok terhadap para pengikut Tajul Muluk tersebut meletus kembali pada pukul 11.00 WIB, Ahad (27/8/2012).
Salah seorang anggota ulama BASSRA, KH. Ali Karror Shanhaji asal Pamekasan, Madura menyampaikan sejumlah upaya ulama BASSRA terkait aliran sesat Syiah termasuk kronologis kejadian bentrokan pada hari Ahad. Berikut ini kronologis yang diterima redaksi voa-islam.com hingga terjadinya bentrok antara umat Islam dan penganut Syiah.
Pertama, BASSRA menampung tuntutan masyarakat karanggayem pada tanggal 19 Juli 2012:
Kedua, BASSRA menemui Forum Pimpinan Daerah (FORPIMDA) Sampang pada 7 Agustus 2012 yang menghasilkan 6 kesepakatan:
Ketiga, pada tanggal 23 Agustus 2012 masyarakat Karanggayem menuntut pada ulama BASSRA pelaksanaan janji Pemkab Sampang yang disampaikan kepada ulama BASSRA pada tanggal 7 Agustus 2012 karena belum terlihat penanganan dari pihak manapun.
Namun sebelum ulama setempat menemui Pemkab pada 26 Agustus 2012 meledaklah tragedi berdarah yang disebabkan anak-anak Syiah yang dipondokkan di YAPI Bangil dan Pekalongan hendak kembali ke pondok dari liburan lebaran.
Bus yang hendak menjemput mereka dihadang oleh masyarakat kemudian kaum Syiah tidak terima dan menyerang dengan bom molotov, terjadilah bentrokan. Kemudian kaum Sunni yang dari luar desa berdatangan sehingga aparat kepolisian tidak dapat mencegah. [Ahmed Widad]