JAKARTA (VoA-Islam) - Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menilai kerusuhan di Sampang, Madura tidak terkait agama, namun kasus kriminal murni. Said Agil juga mendesak polisi mengusut pelaku pembunuhan dan pembakaran pemukiman warga.
"(Kasus Sampang) Ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan NU, Sunni atau Syiah. Kalau pun ada memang kebetulan kelompoknya ada di sana. Saya melihat (kejadian) itu sebagai kriminal murni." tegas Said Aqil Siradj, di Jakarta, Senin (27/8).
Said mengatakan, dalam kenyatannya di dunia Islam, Syiah dianggap sesat tetapi tidak dibenarkan melakukan kekerasan terhadap pengikutnya. "Kenyataannya di dunia ini Syiah dianggap sesat, keluar dari Islam dan lain sebagainya, tetap tidak dibenarkan kalau penyelesaiannya melalui jalan kekerasan," paparnya.
Menurut Said, dakwah tidak dibenarkan sampai melukai dan membunuh. Dalam ajaran Islam tidak ada paksaan untuk mengikuti agama Islam. "Laa ikraha fiddin, tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), tidak ada kekerasan dalam agama. Aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, harus bisa bertindak sesuai dengan hukum yang ada," jelas Said.
24 KK Jamaah Syiah Beralih ke Sunni
Seperti diberitakan NU Online, sebelumnya, sekitar 24 Kepala Keluarga dari kelompok jamaah Syiah di Desa Karang Gayam Kecamatan Omben dan Desa Bluuran Kecamatan Karang Penang Kabupaten Sampang, berhasil dibujuk untuk kembali ke ajaran Sunni.
Demikian dikatakan AKP Harifi Kahar, Kapolsek Karang Penang, bahwa kembalinya 24 kepala keluarga tersebut ke ajaran Sunni, tidak lain dari gencarnya petugas keamanan yang mencoba mendekati jamaah Syiah secara persuasif dengan cara melakukan bakti sosial seperti pengobatan gratis ataupun pengajian.
"Sebenarnya gampang mas untuk mengajak warga Syiah kembali ke ajaran Sunni. Terbukti, dalam setiap pengajian yang kami lakukan, dia diberi kue aja sudah senang dan sudah 24 KK yang kini sudah pindah ke Sunni," tandasnya, Kamis (9/2).
Lebih lanjut, Harifi menambahkan, target untuk meredam konflik SARA tersebut, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait. Pasalnya, dari 24 KK yang pindah ke aliran Sunni tersebut, masih dalam kawasan Desa Bluuran Kecamatan Karang Penang.
Sementara untuk wilayah basis Syiah di Desa Karang Gayam pihaknya akan melibatkan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) setempat untuk mempermudah pergerakan membujuk warga Syiah agar secepatnya kembali ke Sunni. Kiai NU juga melarang Tajul Muluk untuk kembali ke Karang Gayam agar konflik ini bisa segera teratasi.
PBNU sejauh ini sudah melakukan sejumlah upaya untuk membantu menyelesaikan perselisihan warga Islam Syiah di Sampang, Madura. Ketua PBNU Saifullah Yusuf yang juga tercatat sebagai Wakil Gubernur Jawa Timur, secara khusus sudah diberikan mandat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, tetap sesuai dengan prinsip-prinsip Nahdlatul Ulama.
Sikap Ulama Madura
Ulama Madura yang tergabung dalam Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (Bassra) mengutuk tindak kekerasan yang merenggut nyawa dan memantik kebakaran parah di Desa Karang Gayang, Omben, Sampang (26/8).
“Kami mengutuk keras tindakan biadab tersebut. Bassra mengecam setiap tindakan anarkisme yang berlandaskan agama sebagaimana yang menimpa pengikut Syiah di Omben, Sampang tersebut,” tegas sekretaris Bassra, Badrut Tamam kepada NU Online, kemarin (27/8).“Sangat tidak benar setiap tindakan kekerasan berbaju agama,” ujarnya.
Ditambahkan, sekalipun misalnya ajaran Syiah tetap menyebar di Madura, pendekatan dialogis tetap penting dikedepankan.“Karena itu, Bassra akan kian melakukan konsolidasi guna menekan sekaligus meminimalisir kekerasan. Stakeholders yang terlibat dalam intoleransi agama mesti disikapi secara berkeadilan,” terang Badrut Tamam, yang juga ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa DRPD Jatim.
Masih menurut Badrut, agar konflik Syiah tersebut tidak kian parah, masyarakat harus memasrahkan dan menyerahkan penanganan konflik tersebut kepada pemerintah dan ulama.“Satu hal yang pasti, Bassra akan selalu melakukan konsolidasi untuk menolak semua tindak anarkisme yang lain,” tandasnya dengan sungguh-sungguh. Desastian