SURABAYA (voa-islam.com) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terus menjadi sasaran pihak-pihak yang menginginkan fatwa kesesatan Syiah dicabut. Ormas Syiah Ahlul Bait Indonesia (ABI) melalui Sekjennya, Ahmad Hidayat pernah menuntut pencabutan fatwa tersebut.
Belum lagi LSM liberal yang mengatasnamakan kebebasan beragama maupun kebhinekaan menuntut hal yang sama.
Meski demikian MUI Jatim menegaskan tidak akan mencabut fatwa MUI Jatim bernomor Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang kesesatan ajaran Syiah. Pasalnya, fatwa itu justru memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait kesesatan ajaran Syiah.
"Fatwa dikeluarkan melalui beberapa kajian. Bukan dalam waktu singkat. Presiden saja tidak bisa mencabut fatwa itu," kata Sekretaris MUI Jatim M. Yunus, Kamis (6/9/2012).
Menurut Yunus, mengeluarkan fatwa itu, MUI Jatim melakukan kajian sejak 2004 lalu, sebelum terjadinya konflik di Sampang. Bahkan, MUI Jatim juga melakukan kajian terhadap kitab-kitab yang digunakan rujukkan oleh warga Syiah di antarnya Kitab Biharul Anwar, Furu'ul Kahfi dan sejumlah kitab lainnya. Sekira 20 kitab yang menjadi rujukan MUI Jatim.
Yunus membantah bahwa munculnya Fatwa MUI Jatim tersebut merupakan pemicu tindakan kekerasan di Sampang. Sebab kekerasan di wilayah tersebut sudah ada sejak Tahun 2003 berlanjut pada tahun 2006, tahun 2009 hingga tahun 2011 dan berlanjut pada tahun 2012 ini.
Atas kajian tersebut, MUI melakukan kajian dan juga permintaan dari sejumlah daerah. Sementara fatwa tersebut keluar pada tanggal 21 Januari 2012 lalu.
Ia juga mengatakan, fatwa MUI Jatim ini sebenarnya adalah untuk memperkuat Fatwa MUI Pusat yang dikeluarkan pada tahun 1984 lalu. Dalam fatwa itu, MUI menegaskan agar masyarakat mewaspadai aliran sesat Syiah.
"Namun bagi kalangan Syiah, fatwa tersebut dipolitisir dengan mengatakan bahwa Syiah tidak sesat berdasarkan fatwa tersebut. Makanya, Fatwa MUI Jatim itu mempertegas Fatwa MUI Pusat dengan melalui sejumlah kajian bersama ormas-ormas Islam lainnya," paparnya. [Widad/okz]