Jakarta (voa-islam.com) Memang lidah tak bertulang. Bisa mengatakan apa saja. Sesuai dengan kehendak yang memerintah lidah. Tetapi, suatu ketika lidah itu, tak akan berguna, ketika kelak di akhirat. Menghadapi keadilan yang akan diberikan oleh Allah Rabbul Alamin.
Setiap manusia akan mempertanggung-jawabkan atas segala yang pernah dilakukan di dunia. Allah Rabbul Alamin akan memberikan bentuk keadilan kepada siapa saja, sesuai dengan amal yang pernah dijalankannya selama hidup di dunia.
Memang, bisa saja, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Tamsil Linrung membantah menerima uang Rp 250 miliar dari alokasi anggaran DPID (Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah), seperti yang diungkapkan oleh mantan anggota Banggar DPR Wa Ode Nurhayati di Pengadilan TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi).
"Tidak ada sistem jatah, yang ada usulan-usulan dari daerah-daerah itu tadi yang dibicarakan," tukas Tamsil usai pemeriksaan di KPK, Jakarta, Senin (10/9/12).
Tamsil diperiksa sebagai saksi untuk tersangka kasus DPID, Fahd El Fouz. Tamsil mengatakan tidak mengenal siapa Fadh. Peran Tamsil dalam kesaksian Wa Ode disebut pernah menerima dana Rp 250 miliar dari proyek DPID. "Sesungguhnya itu jatah konstitusional," kata Wa Ode di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu.
Wa Ode mengaku mengetahui keterlibatan Tamsil berdasarkan berkas pemeriksaan tenaga ahli Banggar, Nando.
Mengutip kesaksian Nando, Wa Ode menyebut empat pimpinan Banggar mendapat jatah masing-masing sebesar Rp250 miliar, Ketua DPR, Marzuki Alie, mendapat Rp300 miliar dan tiga wakilnya, Anis Matta, Priyo Budo Santoso, serta Pramono Anung, Rp250 miliar.
Wa Ode Nurhayati didakwa menerima uang Rp6,25 miliar terkait alokasi anggaran DPID untuk Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Besar, Bener Meriah, dan Minahasa. Uang tersebut berasal dari tiga pengusaha yakni Fahd A.Rafiq sebesar Rp5,5 miliar, Saul Paulus David Nelwan sebesar Rp350 juta, dan Abram Noach Mambu sebesar Rp400 juta.
Kalau benar kesaksian Wa Ode Nurhayati itu, betapa uang rakyat (APBN) ini hanya berputar di sekitar para pemimpin partai saja.
Sedangkan rakyat yang diwakili tetap menderita dan hidup di bawah garis kemiskinan. Lalu. Apa yang sejatinya yang diperjuangkan oleh wakil rakyat? Tidak lain, hanyalah dirinya sendiri, dan golongannya. af/ilh.