AMBON (voa-islam.com) - Salah seorang yang ditangkap oleh Densus 88 di Ambon dengan tuduhan terorisme adalah Abdullah (30 tahun) mengalami depresi berat setelah dibebaskan.
Abdullah ditangkap pada Ahad 09 September 2012 di rumahnya oleh Densus 88. Setelah dilakukan penyidikan selama 7 hari akhirnya pada Sabtu (15/09/2012). Abdullah bersama tiga orang lainnya dibebaskan oleh Polisi karena tidak terbukti terlibat melakukan tindak pidana terorisme.
Setelah dibebaskan Abdullah mengalami depresi berat, mungkin karena siksaan dan penganiayaan selama penyidikan seperti yang dialami oleh setiap terduga teroris yang ditangkap oleh Densus 88.
Saat dikunjungi di rumahnya di Gang Banjau desa Batu Merah pada Kamis (20/09/2012) kondisi Abdullah sangat memprihatinkan. Bahkan dua hari sebelumnya Abdullah tidak bisa mengenal teman-teman yang selama ini dia kenal baik.
Abdullah menatap ketakutan dan mengucapkan sesuatu yang menggambarkan ia dalam kondisi sangat takut. Ketika didatangi pun Abdullah dengan ketakutan bertanya,"ada apa lagi Abang? beta seng tahu apa-apa?" Ada kalanya dia seperti menangis dan menggaruk-garuk kepalanya dan berkata,"beta seng bawa apa-apa."
Yang sangat menyedihkan dalam keadaan duduk didepan pintu dengan ketakutan sambil memegang kedua lututnya ia berkata,"ustadz ! Beta tobat jua,beta seng mau ikut-ikut lae...beta mau jadi orang biasa saja".
Menurut keluarganya abdullah pada malam hari sering bicara sendiri menanyakan keadaan anak dan istrinya, padahal istri dan kedua anaknya tinggal satu rumah dengan Abdullah.
Masih menurut keluarganya, sampai hari ini Abdullah belum bisa beraktifitas seperti biasa sebagai pedagang pakaian di dekat terminal Mardika Ambon. Bahkan ketika ditanya kapan dirinya hendak berdagang kembali, Abdullah justru menatap seperti orang bingung dan tidak menjawab, kemudian ia menggaruk kepalanya terus mendekap kedua lututnya seperti orang kedinginan.
Kru voa-Islam.com juga sempat menanyakan tentang keadaan yang dialami Abdullah kepada Hasan Selamet salah seorang pengacara TPM Maluku, Hasan mengatakan bahwa ia sempat menjenguk Abdullah di Rutan Polda Maluku dengan maksud hendak mendampinginya sebagai kuasa hukum namun tidak diizinkan bertemu.
Pengacara yang biasa disapa dengan panggilan pak Acang mengatakan; "Polisi bertindak agresif dalam melakukan penangkapan, seharusnya polisi tidak bisa menahan seseorang kecuali dengan minimal dua alat bukti, namun karena tidak memiliki alat bukti maka ia melakukan penyiksaan untuk mendapatkan alat bukti, ini adalah pelanggaran HAM," ujarnya.
Pak Acang juga menambahkan,"bagaimana mereka akan menegakkan hukum jika mereka sendiri melanggar hukum?" tambahnya. [AF]