BEKASI (voa-islam.com) - Bukan hanya di kalangan mahasiswa, para aktivis kiri (komunis) ternyata telah menyusup dan menduduki sejumlah posisi penting, baik di kalangan eksekutif maupun legislatif.
Pintu masuk mereka, menurut pakar anti-komunis, ustadz Alfian Tanjung, diantaranya melalui sejumlah partai dan yang paling mencolok adalah PDIP.
“Yang paling mencolok adalah di PDIP itu kongkrit, tidak ada yang bisa membantah. Di situ ada Budiman Sujatmiko, Ribka Tjiptaning, Rieke Diah Pitaloka,” kata ustadz Alfian Tanjung kepada voa-islam.com, Ahad (30/9/2012).
...Yang paling mencolok adalah di PDIP itu kongkrit, tidak ada yang bisa membantah. Di situ ada Budiman Sujatmiko, Ribka Tjiptaning, Rieke Diah Pitaloka
Selain PDIP, para aktivis kiri lainnya juga menyebar di partai-partai lain, bahkan ada pula yang menududuki staf khusus kementerian hingga staf khusus presiden.
“Tetapi di partai-partai lain juga mereka tidak bisa dibilang tak ada, sebutlah Pius Lustrilanang di mana dia sekarang? Desmond Mahesa di mana dia sekarang? Jadi sebenarnya mereka telah menyebar dan penyebaran ini tidak hanya di pusat juga di daerah-daerah. Sebutlah misalnya Dita Indah Sari, sekarang dia staf ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Andi Arif sekarang menjadi staf khusus Presiden di BNPB,” ujar penulis buku 'Mengganyang komunis: langkah & strategi menghadapi kebangkitan PKI' ini.
Bukan hanya itu, gejala menyusupnya komunis juga dirasakan dikalangan aparat TNI dan Polri. Hal ini menurut ustadz Alfian, terlihat dari deideologisasi perlawanan terhadap komunis.
“Kalau di kalangan militer belum ada yang menyatakan. Tapi yang terjadi adalah deideologisasi perlawanan terhadap komunis. Sekarang kolonel-kolonel, perwira-perwira muda mereka sudah tidak tahu lagi skema kerja kaum komunis,” tuturnya.
...gejalanya ada, contohnya di kalangan tentara tidak ada lagi pembahasan tentang bahaya komunis, termasuk di dalam pendidikan mereka di akademi militer
Ia menambahkan, gejala lainnya adalah sudah tak adanya pembahasan bahaya komunis dalam pendidikan akademi militer.
“Jadi kalau di kalangan kepolisian maupun tentara sulit menyebut nama, tetapi gejalanya ada, contohnya di kalangan tentara tidak ada lagi pembahasan tentang bahaya komunis, termasuk di dalam pendidikan mereka di akademi militer, tidak ada pembahasan seperti itu,” tutupnya. [Ahmed Widad]