View Full Version
Senin, 01 Oct 2012

Mahkamah Agung Mendukung KPK, Tidak Mendukung Polisi

Jakarta (voa-islam.com) Orang Jawa bilang "mbulet". Wong sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masih harus berkelit dengan meminta fatwa MahkamKomisi ah Agung (MA).

Mestinya, Irjen Djoko Susilo, tak usah "mbulet" meminta fatwa MA saat akan diperiksa oleh KPK, langsung mendatangi dan memenuhi panggilan KPK, dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Dengan sikap seperti itu, tentu akan membuat rakyat simpatik terhadap polisi, sebagai penegak hukum.

Dan, ternyata upaya mantan Kepala Korp Lalu Lintas (Korlantas) Polri Ijren Djoko Susilo ke MA majal alias sia-sia belaka. Sebab, MA justru mendukung KPK untuk memeriksa tersangka kasus simulator SIM itu.

Juru Bicara MA Djoko Sarwoko mengatakan, MA dapat memberikan fatwa (pendapat) hukum terkait sebuah perkara hukum yang terjadi jika ada permintaan dari lembaga negara. "Kalau advokad yang meminta, apalagi terhadap kasus perkara yang sedang berproses, maka tidak akan diberikan," tegas Sarwoko di Jakarta, Senin (1/10/1202).

Penegasan tersebut sekaligus menjawab Hotma Sitompoel dan Juniver Girsang, penasihat hukum Djoko Susilo. Menurut keduanya, klien mereka tidak bisa menghadiri pemeriksaan KPK pada 28 September lalu, karena kasus dugaan korupsi simulator SIM dinilai belum jelas kewenangan penanganannya. Kasus simulator SIM mengandung dualisme penanganannya.

Kedua lembaga penegak hukum, yaitu Polri dan KPK sama-sama menangani kasus tersebut. Untuk itu, dua penasihat hukum Djoko meminta MA memberikan fatwa hukum.

"Mengingat nanti muaranya sampai ke pengadilan, kami minta fatwa kepada MA. Dengan fatwa dari MA, kami menunggu apa pendapatnya terhadap permasalahan simulator ini, dan siapa yang berwenang. Karena kalau dua institusi melakukan penyidikan tentu tidak ada kepastian hukum," kata Juniver Girsang.

Sementara itu, Menkopolhukam Djoko Suyanto memerintahkan Ijren (Pol) Djoko Susila memenuhi panggilan KPK, dan menjalani proses pemeriksaan. Demikian pula, Kapolri Jenderal Timur Pradopo meminta kepada Irjen (Pol) Djoko Susila mengindahkan panggilan KPK. Dengan demikian, sebuah babak baru di dalam penegakkan hukum berlangsung, dan KPK menjad penjurunya.

Memang, sejarah lahirnya KPK, tak lain, karena lembaga penegak hukum, seperti polisi dan jaksa, selama rezim Orba, sampai lahirnya Orde Reformasi, tak dapat membersihkan kerak-kerak daki korupsi di semua lembaga negara, yang sudah karatan.

Bahkan, sekarang ada langkah-langkah persekongkolan yang sangat mengkawatirkan, di mana lembaga KPK akan dipreteli oleh DPR, sehingga KPK sebagai lembaga penegak hukum, seperti macan ompong, hanya bisa mengaum, tapi tak bisa menggigit. Kewenangan KPK, seperti penyidikan, penuntutan, rencananya akan dipreteli.

Tetapi, berkat pressure politik dari berbagai kekuatan rakyat, nampaknya  partai-partai mikir-mikir lagi, yang semula ingin mreteli kewenangan KPK. Mereka takut kehilangan suara di tahun 2014. Maka, sekarang ramai-ramai balik badan. af/ilh.


latestnews

View Full Version