Jakarta (voa-islam.com) Nampaknya ambisi Letnan Jenderal Prabowo Subianto menjadi calon presiden di tahun 2014 kecil. Pertama, karena Gerindra masih tergolong partai gurem, sulit bisa menggotong Prabowo sendirian. Betapapun elektabilitas Prabowo tinggi, tapi kalau kendaraannya, tak sanggup membawanya, maka hanya tinggal angan-angan belaka.
Kedua, lebih menyakitkan buat Ketua Dewan Pembina Gerindra itu, kemungkinan rencana revisi UU Pemilu Presiden di parlemen, mensyaratkan calon presiden/wakil mendapat dukungan partai politik/gabungan partai politik di atas 20 persen. Jadi kalau revisi ini terjadi di parlemen, sangat menutup peluang ambisi Prabowo sebagai calon presiden.
Sejumlah partai politik besar seperti Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDI Perjuangan mengisyaratkan, ternyata enggan melakukan perubahan UU Pemilu Presiden. Jika kelompok tiga partai besarini kompak, dapat dipastikan, tidak ada perubahan UU Pilpres. Tentu, hegemoni Golkar, PDIP dan Demokrat, tidak ingin terusik oleh partai gurem, sekalipun pemimpinnya mendapatkan dukungan rakyat.
Nampaknya, Pemilu Presiden 2014 mendatang tetap menggunakan UU No 42 Tahun 2008 yang di antaranya mensyaratkan presidential threshold sebesar 25 persen. Situasi ini dibaca oleh Partai Gerindra, dan dapat menghalangi langkah Prabowo Subianto dalam Pemilu 2014 mendatang.
Sekjen Partai Gerinda, Muzanni, yang menjadi anggota Komisi I DPR ini memastikan Partai Gerindra akan menempuh jalan demokrasi untuk memajukan Prabowo Subianto sebagai Capres dalam Pemilu 2014. Jika upaya politik di parlemen kandas, Muzani mengatakan pihaknya menggunakan jalur Mahkamah Konstitusi (MK). "Jalan terakhir, partai akan mengajukan uji materi UU Pilpres di MK," tambah Muzani.
Partai Gerindra sudah melakukan upaya gugatan ke Mahkamah Konstitusi agar merubah persyaratan yang sudah ditetapkan dalam undang-undang, yang mensyaratkan seorang calon presiden/wakil presiden harus mendapatkan dukungan 25 persen suara.
Konfigurasi politik di Badan Legislasi DPR terkait UU Pilpres, selain mengemuka usulan agar tetap mengacu UU No 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, tetapi juga muncul usulan agar syarat presidential threshold diturunkan sama dengan besaran parliamentary threshold sebesar 3,5 persen.
Setiap partai politik yang lolos PT, dapat mengajukan calon presiden. Usulan lainnya yang mengemuka yakni menurunkan besaran PT dari 20 persen kursi parlemen seperti syarat saat Pilpres 2009 lalu, turun menjadi 15 persen.
Tak mau tersandera dengan aturan persyaratan capres/cawapres, empat kader Partai Gerindra yakni Habiburokhman, Adhe Dwi Kurnia, M. Said Bakhri, dan Munathsir Mustaman mengajukan uji materi pasal 9 UU No 42 Tahun 2008 terkait syarat dukungan 20 persen kursi parlemen.
"Yang kami persoalkan adalah frasa 20 persen DPR dan 25 suara sah secara nasional dan itu menurut kami bertentangan dengan pasal 6a ayat 1 UUD 45 yang mengatakan pencalonan presiden hanya diusulkan partai politik peserta pemilu. Kami juga tidak meminta agar MK membatalkan ayat 9, tapi untuk ditafsirkan lagi oleh MK," kata Habiburokhman di Gedung MK, Jakarta, Senin (1/10/2012).
Menurut Habiburokhman, berdasarkan ketentuan UU No. 8 tahun 2011 syarat bagi partai politik untuk menjadi peserta pemilu berikutnya haruslah memenuhi ambang batas perolehan suara DPR sebesar 3,5 persen.
"Kami berharap bahwa MK dapat menafsirkan pasal 9 UU No. 42 tahun 2008 menjadi: Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politk peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 3,5 persen dari suara sah secara nasional," harap Habiburokhman.
Apakah melalui jalur gugatan di Mahkamah Konstitusi ini, bisa mengubah ketetapan undang-undang yang sudah ada? Di mana calon seperti Prabowo Subianto akan dapat maju sebagai calon presiden di tahun 2014? Tentu, partai-partai politik besar, pasti menolaknya.
Mestinya, calon perorangan dibuka bagi calon presiden/wakil presiden. Karena, di tingkat gubernur, bupati, dan walikota sudah dibuka calon perorangan alias independen. af/ilh.