JAKARTA (voa-islam.com) - Persidangan Nurul Azmi Tibyani kembali digelar di PN Jakarta Selatan Jl. Ampera Raya, No. 133, Jakarta Selatan, pada Rabu (3/10/2012). Sidang dengan agenda pembacaan eksepsi ini pun ditunda kerena terdakwa sakit.
Nurul, mengatakan dirinya kerap sakit-sakitan lantaran penyakit tiroid yang dideritanya kambuh yang dipicu beban pikiran.
Selain itu yang amat memprihatinkan adalah terungkapnya pengakuan Nurul di pengadilan dimana semenjak mengganti pengacara Asludin dengan TPM, ia tidak diperkenankan bertemu dengan kuasa hukumnya.
Kerabat Nurul termasuk kuasa hukumnya dari TPM yang ingin membesuknya di Mako Brimob senantiasa dihalang-halangi pihak aparat dengan alasan hanya ibu kandungnya yang bisa membesuk.
Untuk itu di persidangan ia pun meminta agar dirinya bisa dibesuk. “saya butuh ketemu pengacara saya, kalau tidak bisa ketemu kan susah,” ujarnya dengan suara lirih di hadapan majelis hakim.
...“saya butuh ketemu pengacara saya, kalau tidak bisa ketemu kan susah,” ujarnya dengan suara lirih
Sementara itu kuasa hukum Nurul dari pihak TPM, Rita Suherman SH membenarkan perkataan Nurul. Ia meminta agar eksepsi terdakwa ditunda pada persidangan berikutnya.
Terkait hak-hak terdakwa Nurul, TPM juga mengajukan surat yang ditujukan kepada PN Jakarta Selatan, berisi permohonan penangguhan penahanan, permohonan untuk mendapatkan hak-hak berobat, dikunjungi keluarga dan penasehat hukum serta untuk tidak diintimidasi.
Persidangan akan dilanjutkan pada Rabu depan (10/10/2012) di PN Jaksel, masih dengan agenda pembacaan eksepsi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Nurul Azmi Tibyani dan suaminya Cahya Fitrianta ditangkap Densus 88 karena dituduh terlibat pendanaan pelatihan militer (i’dad) dan jihad ke sejumlah mujahidin.
Nurul terancam hukuman 15 tahun penjara karena didakwa dengan pasal 15 junto pasal 11, pasal 13 huruf (a) dan (b) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Serta pasal 5 ayat 1 junto pasal 2 ayat 1 huruf (n) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. [Ahmed Widad]