Jakarta (Voa-Islam) - Jurnalis Islam Bersatu (JITU) kembali melakukan kunjungan silaturahim, Rabu (3/10) siang, dengan salah satu tokoh perubahan di Indonesia.
Kali ini dengan Presiden Indonesia Islamic Business Forum (IIBF) IR. H. Heppy Trenggono. Bertempat di Café Cordova, MT Haryono Square, Jakarta, Heppy yang juga Presiden United Balimuda Group itu menjelaskan “Gerakan Beli Indonesia”.
IIBF adalah sebuah forum atau komunitas pengusaha yang berbasis syariah, tanpa riba. Melalui forum inilah lahir gagasan dengan mencanangkan “Gerakan Beli Indonesia”.
Gerakan Beli Indonesia dicanangkan dalam Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia (KKEI) pada 26 Juni 2011 di Solo, Jawa Tengah.Gerakan ini sepertinya ingin meneladan perjuangan H. Samanhudi yang mempelopori lahirnya SDI (Syarikat Dagang Islam) di Solo tahun 1911, sebagai tonggak kebangkitan ekonomi bangsa.
Gerakan Beli Indonesia itu sendiri adalah sebagai bentuk kesadaran bangsa Indonesia untuk berubah, sekaligus penyatuan visi membangun kejayaan ekonomi Indonesia.
Gerakan yang dipelopori oleh pengusaha dan ulama ini membangkitkan tiga sikap perjuangan bangsa, yaitu: Membeli produk Indonesia, Membela Bangsa Indonesia dan Menghidupkan Semangat Persaudaraan.
Kini, dalam setiap kesempatan, Heppy mengampanyekan Gerakan Beli Indonesia. Tahun lalu (2011), Heppy dan tim menggelar “Serangan Umum Beli Indonesia” di tujuh kota, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Pekalongan, Pekanbaru, Lampung, dan Yogyakarta, untuk membeli produk-produk dalam negeri.
"Gerakan Beli Indonesia mengajak para pemimpiin, ulama, tokoh masyarakat dan para pengusaha Indonesia untuk membangun kebersamaan visi dan langkah perjuangan membangun karakter dan kemandirian ekonomi Indonesia menuju kejayaan bangsa.
Saat ini terus mendapat dukungan dari berbagai komponen bangsa, termasuk para walikota, mahasiswa, dan elemen masyarakat dari berbagai komunitas, lintas agama dan lintas organisasi," kata Heppy.
Bangun Karakter
Ketika ditanya, mengapa gerakan Beli Indonesi dideklarasikan? Heppy mengatakan, dengan jumlah penduduk 240 juta jiwa, artinya Indonesia adalah sebuah negara luar biasa besar.
Bangsa lain di dunia ingin Indonesia menjadi konsumennya. Sekaligus negara kita ini ditakuti bangsa lain kalau bisa menjadi produsen. Seperti Cina yang produknya membanjir di mana-mana karena memanfaatkan potensi satu miliar lebih penduduknya.
“Saya juga mengamati ternyata produk di negara kita sebagian besar bukan produk sendiri. Dulu saat kita berutang ke IMF hanya Rp 200 triliun. Bandingkan saat ini dengan produk-produk asing yang masuk dan satu perusahaan menghasilkan Rp 200 triliun. Itu luar biasa.”
Kemendag mengeluarkan logo cinta produk Indonesia. Kesalahannya mereka hanya bergerak di tataran promosi saja. Mereka nyatanya juga ikut andil memasukkan produk asing. Di luar itu, kalangan pejabat yang masih gemar membeli produk dari luar dan menjual BUMN. Padahal, itu mempermalukan anak cucu kita kelak.
Indonesia seperti yang Presiden Soekarno bilang pada 1930, akan bertumbuh menjadi bangsa besar. Hanya kita kurang menyadari bahwa kita telah menyerahkan hampir seluruh hidup kita ke pihak asing.
Lebih lanjut, Heppy mengatakan, IIBF ingin ada kalimat pembangkit dan itu adalah Beli Indonesia. Kalau hanya masalah strategi, kita bisa meniru Cina, Jepang, Amerika, dan bangsa-bangsa maju lain untuk membangun Indonesia. Tetapi, semuanya tidak berjalan di Indonesia, karena ada sesuatu yang hilang pada bangsa ini. Sesuatu itu adalah karakter. Beli Indonesia itu karakter bangsa.
Di dalam gerakan ini terdapat tiga sikap perjuangan. Pertama, membeli produk Indonesia. Membeli produk bukan karena lebih baik, bukan karena lebih murah, melainkan karena milik bangsa sendiri.
Kedua, membela Indonesia. Membela martabat bangsa, membela kejayaan bangsa. Ketiga, menghidupkan semangat persaudaraan. Aku ada untuk kamu, kamu ada untuk aku dan kita ada untuk saling menolong.
“Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang jaya bukan karena militer atau jumlah penduduknya, tetapi diperhitungkan dari tingkat perekonomiannya. Untuk itu mulai sekarang mentalitas sebagai wirausaha perlu dibangkitkan di kalangan generasi muda,” ujarnya.
Berangkat dari rasa prihatin di kalangan masyarakat Indonesia, terlebih-lebih pada kaum muda yang notabene malu untuk membeli produk dalam negeri. Sekitar puluhan ribu pengusaha tergabung di IIBF ingin ada momentum untuk mencintai produk dalam negeri. Tidak hanya mencintai, tapi juga memproduksinya.”
Diakui, di Indonesia hari ini, pembangunan karakter maupun cinta produk Indonesia hanya sebatas seminar serta seremonial dalam pidato, tetapi tidak di lapangan dan masyarakat.
Meredupnya pembangunan karakter membuat bangsa ini lupa pada jati dirinya, tidak memiliki keyakinan diri sebagai bangsa besar dan jaya seperti bangsa lain. Hampir semua komponen bangsa ini sudah tidak lagi membangun karakter tetapi terseret pada pembangunan brand atau citra.
Sebagai sebuah gerakan, para pengusaha muslim itu banyak mengadopsi ekonomi yang dibangun oleh Nabi Saw dan para sahabatnya. Ketika Abdurrahman bin Auf ditawari modal, maka ia lebih memilih pasar sebagai modal dasar.
Terpenting, ketika Indonesia hendak membangun peradaban, maka yang harus dibangun lebih dulu adalah karakternya, dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa ini.
“Karakter atau akhlak itu lebih utama dan harus menjadi modal dasar. Percayalah, tidak ada perjuangan yang sia-sia, selama kita tetap istiqomah. Dalam perjuangan, tentu perlu kedisplinan, ikhlas dalam berjuang, mendahulukan kepentingan umat ketimbang kepentingan pribadi dan kelompok,” ujarnya.
Saat ini, kata Heppy, Pancasila cuma slogan, da sudah kita tinggalkan. Karena Indonesia telah kehilangan karakter. Sehingga menyebabkan bangsa ini menjadi rapuh. Itulah sebabnya pendidikan karakter sangat penting di atas segalanya. Perubahan itu muncul dari bawah seperti zaman kekhalifahan dan Rasulullah. Desastian