View Full Version
Kamis, 04 Oct 2012

MUI Geram Pemilik Pabrik Narkoba Divonis Bebas Hukuman Mati oleh MA

JAKARTA (voa-islam.com) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku tidak percaya dan marah terkait dibebaskannya pemilik pabrik narkotika, Hengki Gunawan dari hukuman mati. MUI menyatakan dalam Islam hukuman mati diperbolakan terutama bagi pelaku kejahatan luar biasa.

Dalam putusan Peninjauan Kembali (PK), MA menyatakan Hengky terbebas dari hukuman mati dengan alasan melanggar HAM dan diturunkan hukumannya menjadi 15 tahun penjara.

"Dalam Islam ada istilah hukum qishas, nyawa dibalas dengan nyawa. Sekarang berapa nyawa hilang akibat narkoba buatan dia itu? Wajar kalau dia dihukum mati," ujar Ketua Hukum dan Perundang-undangan MUI, Basri Barmanda, Kamis (4/10/2012).

Apalagi usia terpidana pemilik pabrik narkoba tersebut sudah dewasa. Dengan kata lain pelaku tahu betul bahwa perbuatannya sangat merugikan masyarakat dan dia tetap sengaja membuat narkoba itu.

"Dia (terpidana) juga sudah di atas umur, berarti dia harus berani menanggung hukuman atas perbuatannya. Kecuali kalau di bawah umur, ada peraturan-peraturan jika di bawah umur tidak bisa dikenakan hukuman mati," ungkapnya.

MUI juga akan mempelajari berkas putusan PK itu. Nantinya jika PK itu tidak sesuai dengan pendapat MUI maka pihaknya akan memberikan masukan ke MA terkait penerapan hukuman kepada pelaku kejahatan luar biasa.

"Kita pelajari dulu berkasnya, nanti kita akan beri masukan-masukan untuk MA dalam membuat vonis-vonis selanjutnya," tegas Basri.

Seperti diketahui, pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan ditangkap pada 23 Mei 2006 pukul 17.00 WIB di Yani Golf, Jalan Gunung Sari, Surabaya. Ia dibekuk polisi karena terlibat memproduksi dan mengedarkan ekstasi dalam jumlah besar.

PN Surabaya menjatuhkan hukuman selama 15 tahun penjara kepada Hengky. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Surabaya memperberat hukuman menjadi selama 18 tahun penjara. Di tingkat kasasi hukuman dimaksimalkan menjadi hukuman mati. Tetapi hukuman mati ini dianulir MA dan mengubah hukumannya menjadi 15 tahun penjara.

"Hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM," demikian bunyi PK yang diketok pada 16 Agustus 2011 silam.[Widad/dtk]


latestnews

View Full Version