JAKARTA (Voa-Islam) – Dalam tabayun dengan sejumlah jurnalis Islam di kantor Majalah Hidayatullah, Jakarta, pihak tim kreatif mengakui bahwa mereka sebelumnya jauh dari agama. Dalam proses pencarian jati diri, mereka berupaya untuk mendekatkan diri dengan Islam. Mengingat para pembuat tim kreatif video “rohis bukan teroris” itu, sebagian besar datang dari mantan anak band, hiphop dan penyanyi café.
“Terus terang, kami sedang mendekatkan diri pada agama. Sebelumnya, saya suka menyanyikan lagu dengan tema-tema percintaan. Kini, kami memasuki fase untuk lebih mengenal Islam lebih jauh. Kami terus menjalin ukhuwah Islamiyah dengan kakak senior yang lebih paham dengan agama,” ungkap Marta, salah seorang tim kreatif, saat mengemukakan pandangannya.
Ketua Asosiasi Nasyid Nusantara (ANN) DKI Jakarta, Ramadhan, menjelaskan, ide pembuatan video “Rohis Bukan Teroris” , berawal dari diskusi dengan penulis novel Asma Nadia, bersamaan dengan resonansi yang dibuat di harian Republika beberapa waktu lalu. “Lirik lagu Aku Anak Rohis, sebelumnya memang menjadi fenomenal di tahun 98-99. Terkait tuduhan Rohis dicap Teroris, lirik lagu itu dimunculkan lagi untuk melawan stigmatisasi teroris. Beberapa radio dan media online di ibukota bahkan sudah merilis lagu tersebut.”
Pembuatan video yang berlokasi di SMA 58, Ciracas, Jakarta Timur ini, dibuat dengan dana yang minim, hanya Rp. 1.200.000. Itu pun atas swadaya teman-teman sesama rohis. Saat pengambilan gambar, anak rohis didampingi oleh alumni rohis. Ketika video ini ramai dibicarakan di jejering sosial dan mendapat kritik dari para jurnalis muslim, pihak tim kreatif berniat untuk mengedit video tersebut. “Kami ingin tahu, bagian mana yang bermasalah,” kata Ramadhan.
Terkait adegan di detik 056, yang memperagakan kain sarung yang menutupi bagian tubuh, hanya terlihat matanya, diakui, ide itu datang spontan, mengingat persiapan pembuatannya sangat singkat, begitu juga dana yang tersedia sangat minimalis, yang merupakan donasi dari teman-teman.
“Setelah mendapat masukan dari temen-temen, tak terkecuali para jurnalis muslim, kami mengakui kesalahan, dan akan melakukan pengeditan. Tentang gerakan tari sudah dipertimbangkan, begitu juga masalah hijab atau ikhtilat. Saya sendiri belum paham. Yang pasti, tujuan kami tak lain, hanya ingin kampanyekan, bahwa rohis itu anaknya asyik. Bahkan ,anak band dan alay pun bisa ikut rohis. Awalnya, saya cuma ingin mengajak, bahwa siapa pun bisa berubah,” kata Marta menambahkan.
Yang menarik, diantara tim kreatif, ada mantan penyanyi kafe saat kuliah di Jerman. Bahkan ada mantan penyanyi hiphop saat kuliah di Malaysia. “Kami ingin kampanyekan anak rohis dengan cara yang simple, gampang diterima. Tapi kalau ada yang salah, tidak berkenan, kami minta masukannya. Setelah diedit nanti, kami berharap ada sinergi dengan semua pihak, termasuk ide dari para jurnalis muslim untuk membuat sesuatu yang fenomenal.”
Ditembahkan oleh Endang, sebelumnya, malah terbetik untuk membuat simbol rohis bukan teroris dengan menggunakan kabel yang dililit ke badan, tapi itu tidak dilakukan, karena khawatir akan timbul polemic tajam.
Dalam kesempatan itu Ketua Umum Asosiasi Nasyid Nusantara, Ustadz Alamsyah Agus mengatakan, dengan kerendahan hati, ia mengakui, teman-teman yang terlibat dalam tim kreatif video tersebut, belum punya pengalaman. Ke depan, permasalahan yang tidak sederhana ini, akan menjadi pembelajaran di kemudian hari. “Kami akan belajar bersama dari hal yang kecil. Bagaimanapun potensi rohis sangat luar biasa,” kata Alam.
Sementara itu JITU mengajak temen-temen Rohis agar terus berjuang, tidak traumatic ketika dikritik, apalagi sampai berhenti untuk berkarya. Desastian