View Full Version
Selasa, 09 Oct 2012

Tim Medis MER-C Sempat Dilarang Masuk ke Pengungsian Muslim Rohingya

JAKARTA  (VoA-Islam)-  Ternyata, Tim MER-C lah yang memfasilitasi Pemerintah dan Myanmar Red Cross untuk melakukan pelayanan kesehatan di kedua belah pihak yang bertikai. Oleh karena itu, Tim MER-C menjadi tim medis pertama yang dapat memberikan pelayanan kesehatan pada kedua belah pihak. Selama satu minggu, tim MER-C memberikan pelayanan kesehatan terhadap ratusan pengungsi yang sakit di Myanmar.

Demikian terungkap dalam jumpa pers tadi siang, Selasa (10/10) di kantor MER-C di Jl.Kramat Lontar, Senen, Jakarta Pusat. Hadir saat memberikan keterangan pers, yakni: dr. Jose Rizal , dr. Zakya Yahya, SpOk, dan dr. Tonggo Meaty Fransisca.

Tim  MER-C yang diberangkatkan untuk melaksanakan misi kemanusiaan ke Myanmar, yaitu: dr. Yogi Prabowo, SpOT (Ketua Tim), dr. Zakya Yahya, SpOk, dr. Tonggo Meaty Fransisca, dr. Kresna Agung Prabowo, dan Aziz Muslim.  Tim medis MER-C pertama ini bertugas untuk melakukan assessment awal kondisi konflik Myanmar serta kebutuhan para korban dan pengungsi. Selain itu, tim juga mempersiapkan untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada para pengungsi yang sakit dan menyalurkan bantuan berupa uang serta obat-obatan kepada para pengungsi di beberapa kamp pengungsi.

MER-C melaporkan,  kamp pengungsian di Myanmar terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kamp pengungsian Muslim dan Kamp Pengungsian Budha. Tim Mer-C mengunjungi 4 lokasi pengungsian, yaitu Danyawaddy Football Camp, Min Ban Camp, Danyawaddy North Camp, dan Chaung Camp/Clinic Camp (Rohingya Camp). Jumlah pengungsi warga Rakhine sekitar 8.000 orang, sementara pengungsi Rohingya mencapai sekitar 18.000 orang.

Adapun kebutuhan para pengungsi yang mendesak antara lain: bahan makanan, air bersih, tempat tinggal, dan kesehatan (obat-obatan dan pelayanan kesehatan). Bahkan di lokasi pengungsian Rohingya Camp, Tim Mer-C menjumpai beberapa pasiesn dewasa dan anak-anak terbaring lemah tanpa pelayanan medis. Pemerintah Myanmar  dan Myanmar Red Cross mengalami kesulitan dalam memberikan bantuan kepada kedua belah pihak karena alasan keamanan.

Misi Lanjutan MER-C

Awalnya Tim MER-C juga tidak diperbolehkan mengunjungi Rohingya Camp karena alasan keamanan. Namun setelah melobi dan mendesak Pemerintah dan MIliter Myanmar, bahwa MER-C harus menyampaikan amanah donasi dari rakyat Indonesia dan meyakinkan bahwa Rohingya Camp dapat menerima keberadaan Tim MER-C. Akhirnya  Tim MER-C  diizinkan memberikan pelayanan kesehatan dan memberikan donasi di kamp Rohingya.

Dari rencana lama misi dua minggu, maka dengan berbagai pertimbangan dan kondisi di lapangan, maka misi kemanusiaan awal ini berlangsung selama satu minggu. Guna menindaklanjuti hasil assessment, tim awal dan menyalurkan lagi amanah donasi dari rakyat Indonesia, MER-C berencana mengirimkan tim lanjutan ke Myanmar. Fokus program Tim lanjutan adalah pelayanan kesehatan, bantuan obat-obatan, makanan balita, dan bila memungkinkan membangun Pusat Pelayanan Kesehatan Primer, khususnya yang bersifat permanen bagi para pengungsi.

“Kami melihat penerimaan pemerintah dan masyarakat Myanmar terhadap bantuan Indonesia cukup baik. Keberhasilan MER-C tidak terlepas karena sejarah hubungan baik dan persahabatan antara Indonesia dan Myanmar. Oleh karenanya, Pemerintah Myanmar juga meminta rakyat Indonesia tidak salah memahami konflik Myanmar ini. Menurut MER-C, Pemerintah dan rakyat Indonesia adalah pihak yang tepat memfasilitasi pemerintah Myanmar dalam menyelesaikan konflik ini,” kata Jose Rizal Jurnalis, aktivis kemanusiaan MER-C.

Keberhasilan MER-C memasuki Rakhine State adalah berkat kerjasama yang baik dengan KBRI di Myanmar. KBRI kemudian membantu tim berkoordinasi lebih lanjut dengan Ministery of Border Myanmar dan Myanmar Red Cross. Selain itu Tim MER-C juga berkoordinasi dengan beberapa organisasi lokal seperti, Al-Azhar Institute of Myanmar dan Rakhine Relief.

Selama di Yangon, Tim MER-C sempat mengalami kesulitan dalam menggunakan alat komunikasi. Walaupun sudah membeli nomor lokal, namun buruknya sistem telekomunikasi di Myanmar menjadi hambatan yang cukup menganggu.

Ketika itu dikabarkan, situasi di Rakhinee (ibukota Sitwe) masih mencekam, walaupun pertikaian sudah diredam. Dengan koordinasi dan adanya surat izin dari Kemenlu Mynamar, tim akhirya bisa memasuki kota Sittwe (ibukota Rakhine State). Setiba di bandara Sittwe, tampak militer dan polisi Mynanmar masih berjaga ketat. Suasana ketengan mulai terasa di sini. Pemerintah dan militer Myanmar memeriksan setiap orang yang datang. Tim MERC dijemput oleh perwakilan dari Red Cross Myanmar, Ministery of Border Myanmar dan pejabat militer setempat.

Selama berada di Sittwe, Tim MER-C mendapat pengawalan yang sangat ketat dari tentara Myanmar. Satu mobil pasukan dan satu mobil komando senantiasa mengiring perjalanan Tim MER-C saat mengunjungi kamp pengungsian. Desastian


latestnews

View Full Version