JAKARTA (VoA-Islam) - Sejumlah elemen bangsa, mulai dari mahasiswa, para peneliti, LSM dan praktisi ekonomi, kemarin siang, Rabu (10/10) berkumpul di Ruang GBHN Gedung Nusantara V DPR-RI untuk menandatangani “Petisi Blok Mahakam untuk Kemakmuran Rakyat”, sebuah gerakan advokasi kepentingan nasional yang dipimpin oleh mantan tokoh Partai Keadilan (PK) Marwan Batubara dari Indonesia Resources Studies (IRESS).
Diantara tokoh yang ikut menandatangani petisi tersebut antara lain: Hatta Taliwang, Mochtar Pabotinggi (LIPI), Qurtubi, Hendri Saparini, dan sebagainya.
Sebelum menandatangani petisi tersebut, salah seorang pembicara yang mewakili Indonesia bagian timur menegaskan, rasa memiliki bangsa ini betul-betul sudah hilang, rasa syukur hampir sudah tidak ada, bahkan rasa bangga terhadap tanah air juga sudah hilang, terkikis oleh materi. Sekarang orang yang dihormati adalah mereka yang punya harta, yang punya jabatan.
“Kita dikasih kekayaan yang sangat banyak, tapi tak bisa dimanfaatkan. Kalau kita kelola Sumber Daya Alam ini, kita bisa menjadi nomor satu di dunia. Arab hanya punya satu sumber daya alam, yakni minyak. Sedangkan Indonesia punya segalanya. Hanya saja emas kita diambil satu gunung oleh pihak asing. Sungguh ironis. Saat ini, pihak asing akan memperpanjang kontraknya selama 10 tahun. Maka, kami serukan agar kontrak itu tidak lagi diperpanjang.”
Sementara itu ditegaskan Pengamat Politik dari LIPI, Mochtar Pabotinggi, setiap sistem yang melecehkan, ekplorasi pada bangsa sendiri, memberi keistimewaan pada kepentingan asing adalah bentuk pengkhianatan. “Setiap Undang-undang, transaksi, dan kebijakan yang menyangkut asset-aset negara yang dilakukan pada awal reformasi, semuanya patut dicurigai dan perlu diperiksa lagi,” ujarnya.
Yang kita saksikan sejak awal reformasi hingga sekarang adalah pengkhianatan dan perampokan besar-besaran pada negara ini. Betapa besar asset dan kekayaan negara yang hilang, direbut, dan dikangkangi oleh kepentingan asing. Padahal, pada hakekatnya, semua aset negara adalah milik rakyat dan bangsa ini. “Aparat negara atau pejabat yang bersekongkol dengan kepentingan asing harus disingkirkan, mereka adalah pengkhinat bangsa, harus dilawan,” tandas Mochtar.
Sudah sepatutnya, lanjutnya, agar kita menghargai pemberian yang Allah Swt berikan. Jika kekayaan ala mini tidak kita jaga, maka dipastikan generasi yang akan datang, tidak akan punya apa-apa lagi. Mereka hanya bisa menyaksikan gurun yang tandus, karena kekayaan negeri sudah dirampok oleh asing dan aparat negara yang berkhianat. Suatu ketika kita akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah.
Mochtar Pabotinggi terinsipirasi dengan karya sastra yang ditulis A. Navis yang berjudul “Robohnya Surau Kami”. Ada yang menarik dalam percakapan pada buku tersebut. “Apa yang sudah kamu kerjakan? Lalu dijawab, “Saya sudah melaksanakan shalat, puasa, zikir, membersihkan surau, dan menyapa orang-orang di sekitar saya.”
Lalu dijawab, “Meski begitu kamu tak pantas masuk surga, kamu layaknya dilempar ke neraka. Mau tahu kenapa? Karena kamu tak mau bangkit untuk melawan ketika hak bangsamu dirampas.” Inilah sepenggal cerita yang berlatar belakang masa penjajahan, yang seharusnya membuat bangsa ini sadar ketika kekayaan alam ini rampok oleh asing yang bersekongkol dengan aparat negara yang berkhianat.
Pandangan lain juga disampaikan pengamat ekonomi, Hendri Saparini. “Yang kita saksikan hari ini adalah sebuah drama anti kepentingan nasional yang terus berlangsung. Episode Blok Mahakam tak ubahnya mengulang kasus Cepu. Ada upaya aktif untuk menolak kepentingan nasional. Ada realita, tidak menjadikan kepentingan nasional sebagai panglima.”
Hendri menegaskan, dengan aset yang kita miliki (27 triliun), kita bisa kelola untuk mendapatkan uang, lalu kita beli SDM terbaik dunia, kita beli teknologi terbaik dunia, kita cari pendanaan, tapi kita tetap memiliki. Ia melihat, bukan sekedar intervensi asing, tapi ada pengkhianatan oleh para pengambil kebijakan.
“Saat ini dunia sedang perang Sumber Daya Alam (SDA), siapa yang bisa mengusai SDA, maka akan menguasai dunia. Tapi yang terjadi, kita malah memberikan secara sukarela semua senjata dan amunisi yang kita miliki kepada orang lain.”
Padahal, kata Hendri, jika kita mengusai energi, kita bisa bermimpi menjadi negara dengan industri manufaktur yang kompetitif di dunia. Tapi, sayang, ketika energi kita diberikan kepada pihak asing, mimpi itu tak bisa kita bangun. Episode ini belum akan berhenti. Karena bukan SDA yang dirampok asing, tapi juga di bidang yang lain. Desastian