View Full Version
Senin, 15 Oct 2012

Polri : Anggaran Rp 44 Triliun, Kok Masih Korupsi?

Jakarta (voa-islam) Sungguh tak masuk akal anggaran Polri setiap tahun terus naik di APBN, tetapi korupsi di lembaga penegak hukum itu, juga terus berlangsung. Korupsi itu begitu luas. PPATK pernah memberikan lapooran tentang rekening 15 orang perwira Polri, tetapi tak ada kunjung beritanya.

Tentu, yang paling spektakuler korupsi yang dilakukan mantan Korlantas Irjen Djoko Susilo terkait dengan Simulator SIM, yang nilainya tak kurang dari Rp 196 miliar. Kasus ini membuat rakyat menjadi penuh dengan tanda tanya, bagaimana lembaga yang menjadi penegak hukum, tetapi juga terlibat dalam praktek haram, yaitu korupsi.

Seperti dikatakan oleh Wakil Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Nanan Sukarna, membenarkan bahwa praktek korupsi terjadi di lingkup lembaga Kepolisian RI. Namun, praktek tersebut terkadang sulit dihindari, karena adanya berbagai faktor.

Nanan mengatakan salah satu kendala Polri dalam memberantas korupsi adalah gaji yang rendah. "Masalah gaji itu memang menjadi salah satu kesulitan dalam pemberantasan korupsi," kata Nanan. "Dikatakan jangan korupsi, tapi bagaimana kalau gajinya tidak cukup untuk menyekolahkan anaknya?" kata Nanan.

Nanan mengatakan terkadang penyidik sudah bersikap independen dalam mengusut kasus. Tetapi, ada saja pihak tertentu yang berusaha membujuknya agar melakukan korupsi. "Terkadang klepak-klepak juga penyidiknya kalau ada yang bawa duit di depannya. Ini fakta di lapangan," kata Nanan.

Di samping itu, kata Nanan, praktek korupsi juga terjadi karena terpengaruh ketidaktegasan pimpinannya. Karena itu, pimpinan harus berintegritas, tauladan, antigratifikasi, dan menolak korupsi, kolusi, dan nepotisme. "Dikatakan bahwa atasan harus berani pecat anggotanya. Hukum dari mana kalau dia terima dari bawah?" kata dia.

Dibagian lain, Anggaran Belanja Polri dinilai oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) sebagai anggaran yang "gemuk".  "Anggaran kepolisian ini banyak diperuntukan untuk belanja pegawainya saja," ujar Sekretaris Jenderal Fitra, Yuna Farhan, di Badan Anggaran DPR, Jakarta, Jumat (12/10/2012).
 
Dalam data Fitra, disebutkan RAPBN 2013 Polri mendapatkan Rp43,4 triliun. Anggaran ini meningkat Rp3,7 triliun dari APBN 2012 yakni Rp39,7 triliun. Sedangkan pada APBN 2011 anggarannya Rp29,78 triliun.
 
Data tersebut di nilai Fitra memperlihatkan keanehan yang transparan, yaitu adanya peningkatan alokasi anggaran belanja untuk pegawai yang mendominasi anggaran Polri. Dengan demikian pada belanja pegawai tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar Rp9,2 triliun.
 
Kata Yuna, kenaikan alokasi anggaran Polri tenyata hanya tergerus untuk kebutuhan belanja pegawai saja, meskipun terjadi peningkatan alokasi anggaran pada belanja lainnya namun tidak begitu berarti.
 
"Dengan terlalu besarnya alokasi anggaran untuk belanja pegawai, berakibat gagalnya Polri untuk menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat," ujar Yuna.
 
Maka, sungguh sangast naif, belanja pegawai sudah begitu besar anggarannya, tetapi oleh Waka Polri Komisaris Jenderal Nanan Sukarna masih dikatakan belum cukup, dan terjebak dalam tindak korupsi. Berapa seharusnya gaji yang dituntut polisi? Mungkin akan menghabiskan sepertiga anggaran APBN hanya untuk menggaji polisi?

Masalah yang pokok sebenarnya, di negara-negara yang sudah maju menganut sistem demokrasi aparat kepolisian berada dibawah Departemen Negeri. Tidak dibawah langsung presiden. Polisi tidak perlu ada markas besar kepolisian yang sifatnya terpusat.

Sebenarnya, cukup ada di setiap propinsi setingkat polda (polisi daerah) di bawah kepala daerah. Ini akan lebih baik dibandingkan dengan kondisi sekarang ini. Serinag terjadi dualisme dalam  penanganan masalah hukum. af'/ilh.


latestnews

View Full Version