Jakarta (VoA-Islam) – Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustadz Bachtiar Nasir mengaku kecewa berat dengan Presiden SBY yang telah memberi grasi kepada bandar dan gembong narkoba yang banyak membunuh anak negeri. Kebijakan tersebut sungguh memilukan dan membuat para praktisi pendidikan frustasi, disaat mereka bersusah payah membangun karakter bangsa ini, SBY justru meruntuhkan pondasi moral ini .
“Kita dihadapkan realita, pada saat penegak hukum, pendidik, dan ulama memerangi narkoba, presiden justru memberi grasi kepada gembong bandar narkoba yang seharusnya mendapat hukuman mati. Apalah gunanya pendidikan berkarakter, jika pemerintah tidak bertindak tegas kepada para pengedar dan gembong narkoba yang jelas-jelas merusak generasi muda, khususnya generasi muda Islam,” kata Bachtiar kepada VoA-Islam belum lama ini di Jakarta.
Sangat jauh berbanding terbalik apa yang terjadi di Cina, ketika ada sebuah kolom kecil yang menginformasikan, pemerintah Cina telah menghukum mati buat para bandar narkoba dan koruptor. “Negara harus intropeksi diri dengan makin banyak nya masyarakat yang memakai barang haram narkoba, sehingga membuat hidup mereka menjadi hancur. ”
Bukan hanya itu, kita lihat tawuran pelajar dan mahasiswa kian marak belakangan ini. Ini akibat kesalahan dalam mengelola negara ini. “Sangat disayangkan, banyak orang pandai matemtika, tapi tidak pandai ‘berhitung’. Banyak orang pandai ilmu pengetahuan alam, tapi tidak mengenal Tuhan-Nya. Itu akibat sekularisme, dikotomi agama dan pendidikan umum,” ujar Bachtiar yang juga pimpinan Ar Rahman Qur’an Learning Islamic Center (AQLIC)
Dikatakan Bachtiar, harus diakui, pelajar kita sangat miskin sekali dengan pendidikan agama, karena itu dibutuhkan penambahan mata pelajaran agama Islam. Karena itu ia mendesak kepada pemerintah, khususnya Kemendiknas agar menambah jam mata pelajaran agama di sekolah maupun di kampus.
Lebih jauh, Ustadz berperawakan jangkung ini tidak setuju dengan kurikulum yang digagas BNPT untuk mendidik ratusan pelajar terkait kontra terorisme. “Gagasan itu tak lebih upaya untuk menghabiskan anggaran negara dan mendikreditkan umat Islam saja.
“Terpenting adalah bagaimana negara bekerjasama dengan ulama dan kaum intelektual untuk membuat konsep pendidikan tentang pentingnya akhlak dan ilmu agama. Sehingga charakter building yang dibangun bisa diharapkan. Sejujurnya, keteladanan itu sangat dirasakan kurang.”
Sangat disesalkan memang, ketika karakter bangsa tengah dibangun, tidak sebanding ketika melihat kenyataan yang ada, tawuran yang tak kunjung henti, koruptor merajalela, bandar narkoba malah mendapat grasi. Jelas ini membuat para pendidik hampir frustasi. Desastian