AMBON (voa-islam.com) - Upaya deradikalisasi terus dilakukan oleh pemerintah Maluku bekerja sama dengan lembaga dan ormas Islam. Sebelumnya pada akhir september dengan difasilitasi oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris Nasional) telah dibentuk Forum Penanggulangan Teroris Daerah dengan melibatkan banyak elemen masyarakat Maluku.
Dan hari ini sabtu (20/10/2012) bertempat di Gedung Ashari Al Fatah Jalan Sultan Baabullah Ambon digelar acara dengan tajuk "Jambore pelatihan Ketahanan Nasional dan Sosialisasi Pencegahan bahaya Terorisme." Acara yang mengusung tema "mempertegas sikap Nasionalisme untuk Maluku Damai bebas Radikalisme dari Pemuda dan Remaja" rencananya akan digelar selama tiga hari dari tanggal 20 Oktober-22 Oktober 2012
Dari surat undangan yang didapat diketahui bahwa acara ini diadakan oleh Brigade Wilayah Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Provinsi Maluku. Di dalam surat undangan tersebut rencananya acara itu akan dibuka oleh Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu dan dihadiri oleh Pangdam XVI Pattimura sebagai salah seorang yang akan memberikan sambutan.
Surat undangan yang ditanda tangani oleh ketua Brigade BKPRMI Maluku Isra A Sanaky.S.HI tersebut diantaranya ditujukan kepada para imam masjid, remaja masjid dan pengurus Majelis Ta'lim di seluruh kota Ambon.
Namun acara tersebut nampaknya dilakukan secara prematur, sebab baik Gubernur maupun Pangdam tidak ada yang hadir. Gubernur hanya mewakilkan salah seorang staff ahlinya. Dan berdasarkan informasi yang diperoleh oleh voa-islam.com dari salah satu peserta bahwa peserta jambore hanya sekitar sepuluh orang saja. Ini juga menunjukan bahwa acara tersebut sepi peminat.
Keterlibatan ormas Islam seperti BKPRMI dalam acara tersebut tentunya menimbulkan banyak pertanyaan bagi sebagian kalangan dari warga Muslim Ambon. Pasalnya warga muslim Ambon menganggap bahwa yang menjadi ancaman kedamaian di Maluku adalah RMS (Republik Maluku Selatan) sebuah organisasi separatis Kristen yang bercita-cita menjadikan Maluku sebagai negara Kristen. Namun kenapa ormas Islam seperti BKPRMI atau yang lainnya tidak pernah melakukan kegiatan serupa untuk mewaspadai bahaya RMS kepada para pemuda dan remaja Islam Maluku?
Tak ayal kegiatan Jambore tersebut menuai kecaman dari beberapa warga muslim Ambon yang berhasil diwawancari oleh voa-islam.com pada Sabtu (20/10/2012).
Fuad salah seorang warga Ambon yang aktif dalam pengembangan pendidikan berbasis Islam di Ambon mengatakan,"ini bagian dari kampanye nasional untuk pojokkan Islam," ujarnya
Sedangkan menurut Nasir salah seorang pengusaha di Ambon mengatakan,"ini upaya untuk menaikkan status Ambon dalam bahaya Terorisme agar masyarakat lupa dengan bahaya RMS," ungkapnya
Subhan salah satu aktifis dakwah di Ambon juga turut mengkritisi kegiatan tersebut. “Petinggi muslim di Malukulah yang diperbudak oleh jabatan sampai agama mereka sendiri diinjak-injak, peristiwa 1999 dilupakan, peristiwa RMS cuma simbol, tetapi kalau kaum muslimin membela diri itu dikatakan terorisme," tegasnya.
Rupanya warga muslim Ambon muak dengan kampanye yang menempatkan teroris sebagai ancaman berbahaya. Sebab selama lebih dari sepuluh tahun terakhir ini yang dirasakan oleh warga muslim Ambon bahwa yang menjadi ancaman dan pemicu konflik di Maluku sebenarnya adalah RMS. [AF]