View Full Version
Rabu, 24 Oct 2012

MUI: Hukuman Mati Terpidana Narkoba, Bentuk hukum Islam yang Efektif

Jakarta (VoA-Islam) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan perhatian besar terhadap beberapa vonis Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) terhadap terpidana perkara narkoba yang mengubah hukuman mati menjadi vonis hukuman penjara waktu tertentu, baik menjadi hukuman seumur hidup atau hukuman penjara 15 tahun atau 12 tahun.

“Perhatian besar tersebut merupakan salah satu bentuk kewajiban, tugas dan tanggung jawab MUI untuk melindungi umat Islam dan bangsa dari kejahatan luar biasa narkoba,” ujar Ketua MUI KH. Ma’ruf Amin kepada wartawan di Sekretariat MUI, Jl. Proklamasi 51, Jakarta.

MUI berpendapat bahwa kejahatan narkoba merupakan salah satu ancaman terbesar bagi bangsa dan negara kita, selain korupsi. Narkoba merupakan kejahatan luar biasa yang harus dihadapi secara sangat serius dan dengan tindakan hukum yang luar biasa juga. Kejahatan-kejahatan tersebut tidak akan bisa dihadapi hanya dengan tindakan hukum yang normal.

Menurut MUI, hukuman mati merupakan salah satu bentuk hukuman dalam sistem hukum Islam yang sangat efektif untuk kepentingan korban agar  mendapatkan keadilan, mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat, sekaligus menciptakan efek jera. Penjatuhan hukuman mati merupakan salah satu wujud ajaran Islam yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi kehidupan.

“”Islam menegaskan bahwa membunuh satu orang manusia sama saja dengan membunuh seluruh umat manusia. Apabila dianalogikan dengan kejahatan narkoba yang membunuh bukan saja orang per orang, tapi  membunuh ribuan bahkan ratusan ribu manusia, bahkan membunuh sebuah generasi, maka MUI meyakini hukuman mati sangat pantas  dan tepat untuk pelaku kejahatan narkoba. Bahkan sebenarnya hukuman mati tersebut masih kurang setimpal apabila dibandingkan dengan kerusakan yang demikian dahsyat yang diakibatkan kejahatan narkoba tersebut,” ungkap kiai Maruf.

MUI telah mengeluarkan fatwa mengenai dibolehkannya negara menjatuhkan hukuman mati melalui fatwa Nomor 10/MUNAS VII/MUI/14/2005 tentang Hukuman Mati dalam Tindak Pidana Tertentu. Di dalam fatwa yang dikeluarkan pada 29 Juli 2005 tersebut, MUI secara tegas menyatakan:

Islam mengakui eksistensi hukuman mati dan memberlakukannya dalam jarimah (tindak pidana) hudud, qishah dan ta’zir; Negara boleh melaksanakan hukuman mati kepada pelaku kejahatan pidana tertentu;

Atas dasar itu, MUI menyayangkan vonis PK MA terhadap terpidana perkara narkoba tersebut. Vonis dan grasi tersebut merusak komitmen dan perjuangan bangsa kita dalam memberantas kejahatan narkoba.

MUI mengkhawatirkan vonis tersebut mendorong peningkatan peredaran narkoba di tanah air yang akan menambah jumlah korban dan kerusakan bangsa yang makin parah.

MUI menilai ketidaktepatan hakim PK MA yang menyatakan bahwa hukuman mati bertentangan dengan HAM dan UUD 1945. Hal ini menunjukkan bahwa hakim-hakim MA tersebut belum memahami secara komprehensif hukuman mati dalam kaitannya dengan HAM dan UUD 1945. Selain itu, isi vonis PK MA yang menyatakan hukuman mati bertentangan dengan UUD 1945 tersebut merupakan pelanggaran yurisdiksi MK oleh karena pengujian terhadap UUD 1945 merupakan kewenangan absolut MK yang harus ditaati oleh semua pihak, termasuk MA.

Mengingat dampak yang luar biasa besar dari vonis hakim PK MA dan grasi Presiden tersebut, dengan tetap menghargai independensi hakim, dengan memohon perlindungan dan kekuatan Allah SWT, MUI menyatakan:

1)     MUI mendesak MA untuk memeriksa Majelis Hakim PK yang terdiri dari dari  Imron Anwari dengan anggota majelis hakim Achmad Yamanie dan Hakim Nyak Pha dari aspek substansi putusannya, rekam jejaknya dalam mengadili perkara, dan aspek-aspek lain sesuai kewenangan yang dimiliki MA. Apabila mereka terbukti melakukan pelanggaran ketentuan dan kode etik, MUI meminta MA untuk menjatuhkan sanksi yang tegas dan berat kepada para hakim agung tersebut. Untuk sementara mereka bertiga segera dibebaskan dari tugas memeriksa perkara (non-job).

2)     MUI meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa Majelis Hakim PK MA tersebut untuk mendalami dan mengetahui segala sesuatu yang terkait dengan sikap dan perilaku para hakim agung tersebut dan hal-hal lain yang terkait. Apabila mereka terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim, MUI meminta KY untuk memberikan rekomendasi kepada MA berupa sanksi yang berat kepada para hakim agung tersebut.

3)     MUI mendorong dan mendukung Kejaksaan Agung agar mengajukan PK kedua terhadap perkara tersebut, walaupun MA sesungguhnya telah mengambil sikap untuk tidak lagi menerima lagi PK yang diajukan untuk kedua kalinya.

4)     MUI meminta MA untuk meningkatkan pengetahuan, profesionalisme, dan integritas para hakim agung agar mereka mempunyai pemahaman dan menguasai perkembangan terkini berbagai pemikiran dan isu hukum dan konstitusi serta mampu berdiri tegak untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, selain kepastian hukum.

5)     MUI mengharapkan Kepolisian, Kejaksaan, dan BNN agar tetap bersemangat untuk melakukan pemberantasan narkoba di seluruh penjuru tanah air demi terlindungi dan keselamatan seluruh bangsa dan negara, terutama kaum generasi muda.

6)     MUI meminta agar lembaga-lembaga peradilan, mulai dari pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, hingga MA mempunyai kesamaan sikap dan kebijakan untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya, termasuk hukuman mati, kepada seluruh pelaku kejahatan narkoba tanpa kecuali.

7)     MUI meminta pemerintah (cq Kemenkumham) untuk tidak memberikan remisi dan pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus narkoba.


latestnews

View Full Version