View Full Version
Sabtu, 03 Nov 2012

Terjadi Konfllik Internal Sesama Densus 88

Jakarta (VoA-Islam) – Pengamat teroris Mustofa B Nahrawardaya menilai kerja Densus 88 yang menangkap Davit Ashary, Herman Setyono dan Sunarto Sofyan (Nanto) sebagai kerja yang “jorok” dari Densus 88. Harus diakui, tidak semua kerja Densus 88 dan intelijen itu sempurna. Banyak ditemui kejanggalan-kejanggalannya.

Kabar terakhir datang dari Tim Pengacara Musli Achmad Michdan, Davit Ashary, Herman Setyono dan Sunarto Sofyan (Nanto) kini telah dibebaskan dari Mako Brimob, kemarin, Jumat (2/11).

Menurut Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), diduga belakangan ini ada pertarungan batin dan persoalan internal di tubuh Densus 88 dan BNPT itu sendiri. Konflik internal ini bisa berefek pada personal-personal mereka. “Coba cermati personil polisi yang tewas di Solo, agamanya apa? Boleh jadi mereka dibunuh oleh sesama Densus 88 itu sendiri. Itu yang saya dengar dan laporan yang saya terima,” ujar Mustofa kritis.

Hal senada juga dikatakan Sekjen Forum Umat Islam (FUI), KH. Muhammad Al Khaththath di kantor MUI belum lama ini. Suatu ketika, ada seseorang yang salah tangkap lalu digebuki polisi saat diinterogasi.

Dengan kata-kata kasar, polisi itu mendesak agar orang yang diinterogasi itu mengaku sebagai pelaku teroris.  Dengan kata kasar tidak mempan untuk mengaku, polisi itu memancing emosi dengan menghina Nabi Muhammad Saw. Ketika Nabi Muhammad saw dihina, yang marah justru anggota Densus 88 yang muslim, tidak terima sesama rekannya menghina nabi Muhammad Saw.

Munarman melalui BB yang diterima Voa-Islam, membenarkan jika di tubuh Densus 88 ada grup polisi kafir (kristen, katolik, hindu) yang langsung dibawah Gorries Merre, dan difasilitasi oleh Tommy Winata. Mereka menggunakan institusi Densus untuk menjalankan agenda George W Bush. Makanya

simbol freemason Inggris (Keturunan Richard -- musuh Shalahuddin Al Ayyubi) memberi gelar kepada SBY sebagai Knight Grand Cross (Ksatria Salib Agung) karena sudah merestui dan memberi jalan yang leluasa, bahkan mengarahkan "batalyon salib" berkedok Densus 88 dalam melancarkannya.

Modus Baru Densus 88

Mustofa Nahrawardaya menilai, sekarang ini mulai berubah teknik Densus 88 dan BNPT untuk menyudutkan agama tertentu, dengan menyebut adanya kelompok-kelompok baru yang namanya dimirip-miripkan dengan ormas Islam tertentu. Sebagai contoh, nama HASMI.  

“Penyebutan itu memang sengaja dimirip-dimiripkan. Suatu ketika bukan tidak mungkin, akan muncul nama  NU dengan akronim berbeda. Saya sudah bertemu dengan HASMI (Harakah Sunniyah untuk Masyarakat Islami). Ormas Islam ini memiliki potensi besar untuk maju, punya banyak asset seperti radio, dan memiliki banyak kader berusia muda. Ormas Islam ini punya visi dan misi ke depan.”

Penyebutan nama HASMI oleh Polri, meski memiliki akronim yang berbeda, adalah cara-cara yang paling murah, mudah dan praktis untuk menyudutkan kelompok Islam tertentu. “Dengan men-searching di internet, kira-kira mana lembaga yang memiliki potensi besar untuk kemudian dibusukkan. Meski secara akronim berbeda, HASMI original tentu saja merasa dirugikan.”  

Kalau cara ini dipraktekkan terus menerus, kata Mustofa, maka akan terbaca juga, sehingga menjadi pola dan sistem yang dibuat khusus untuk melibas dan membasmi ormas-ormas Islam yang punya potensi besar.

Tak dipungkini, beberapa ormas Islam dipaksa untuk melakukan MoU dengan BNPT untuk memerangi terorisme ala Densus 88. “Ormas Islam akhirnya tidak memiliki kekuatan, sehingga lidah mereka kelu. Itu akibat MoU yang sudah mereka teken, termasuk ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah. Tapi tidak seluruh aktivis NU dan Muhammadiyah menandatangi MoU tersebut. Namun ada majelis-majelis tertentu yang menandatangai MoU dengan BNPT.”

Mustofa memprediksi, fitnah yang digulirkan oleh BNPT ini akan terus terjadi. Bukan tidak mungkin ormas besar Islam seperti NU dan Muhammadiyah akan difitnah. Tinggal waktu saja.

Tokoh Islam Jangan Kelu

Mustofa sangat menyesalkan jika banyak tokoh Islam yang diam seribu bahasa untuk membela saudaranya yang terzalimi karena salah tangkap. Seakan lidah mereka kelu. Bisa jadi mereka takut bicara. “Kita bukan mendukung teroris, kalau ada kejanggalan kenapa tidak ngomong, bagaimana nanti kalau anak dan keluarga kita yang terkena fitnah.”

Isu terorisme, lanjut Mustofa, telah merusak ajaran Islam. Orang mau silaturahim dituduh teroris. Mau menginap dituduh teroris.

 Sebenarnya, siapa di belakang ini semua, jangan-jangan ini bentuk balas dendam kelompok tertentu terhadap umat Islam atas peristiwa berdarah yang pernah terjadi sebelumnya. Suatu saat pasti akan terbongkar. Desastian


latestnews

View Full Version