View Full Version
Jum'at, 16 Nov 2012

Asing Mulai Gerah dengan Gebrakan Muhammadiyah yang Anti Imperalis

JAKARTA (VoA-Islam) – Lama-lama Asing mulai gerah dengan apa yang dilakukan Muhammadiyah yang berani melawan segala bentuk imperialisme modern yang terjadi di abad ini. Tidak main-main, setelah BP Migas dibubarkan, Muhammadiyah akan kembali membatalkan UU yang sarat dengan kepentingan asing. Beberapa UU yang rencananya akan diajukan judicial review antara lain, UU Investasi, UU Minerba, UU Geotermal, dan UU Perguruan Tinggi.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam jumpa pers di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/11) kemarin, mengatakan, selain fokus di bidang pendidikan, sosial dan kesehatan, hal lain yang tetap menjadi perhatian  Muhammadiyah adalah fokus dengan istilah yang digunakan Din sebagai jihad konstitusional, yaitu mengkaji kembali undang-undang yang dianggap tidak konstitusional  dan memperlebar potensi 'kekuasaan asing' di Indonesia.

Muhammadiyah, ungkap Din, tengah mempersiapkan uji materi UU Minerba, UU Investasi, UU Geothermal, dan UU Perguruan Tinggi. Ia sudah meminta tim majelis hukum Muhammadiyah menyiapkan draf permohonan uji materiil sejumlah undang-undang (UU) setelah uji materiil terhadap 21 pasal UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Din menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi terkait pembubaran Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang dinilai tak sesuai dengan UUD 1945. Menurutnya, pengajuan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi bersama dengan sejumlah ormas Islam dan tokoh lainnya, sesuai dengan amanat muktamar PP Muhammadiyah beberapa waktu lalu.

"Amanat muktamar adalah agar PP Muhammadiyah melakukan judicial review terhadap sejumlah undang-undang untuk negara. Masih banyak lagi UU yang akan diajukan judicial review," ujar Din.

Bagi Muhammadiyah, persoalan BP Migas adalah persoalan fundamental. Pengajuan judicial review ini, kata Din, melalui kajian yang panjang sejak 2009-2010 oleh pakar-pakar Muhammadiyah."Ada 21 pasal yang dikabulkan, tetapi banyak juga yang tidak dikabulkan. Yang sesungguhnya tidak hanya tentang keberadaan BP Migas, namun ini lebih luas lagi," katanya.

Ia menganggap bahwa putusan MK ini sebagai kado ulang tahun PP Muhammadiyah yang ke-100 tahun."Ini sebagai bonus, kado milad bagi Muhammadiyah, untuk menegakkan negara. Walaupun tidak seluruhnya dikabulkan, tapi sebagian besar. Ini jihad konstitusi, untuk meningkatkan harkat martabat negara khususnya dari bidang ekonomi dan energi," ujarnya.

Muhammadiyah Anti Asing?

Seperti diketahui, semua UU yang disasar Muhammadiyah dikatakan berpotensi inkonstitusional dan menguntungkan pihak tertentu, utamanya asing. Pengamat ekonomi pembangunan, Ichsanuddin Noorsy, tidak yakin alasan Muhammadiyah mengajukan uji materi sejumlah UU berbau asing kepada Mahkamah Konstitusi, karena Muhammadiyah anti asing. "Soalnya (terkait judicial review itu) adalah Muhammadiyah memegang ajaran Islam yang melarang tanah pertanian, air dan api untuk diperjualbelikan menurut mekanisme pasar bebas," kata Ichsanuddin di  Jakarta.

Ichsanuddin mengakui,  bila memang banyak UU di Indonesia berbau "titipan asing", termasuk UU Migas, dan UU lain yang sedang disasar untuk diuji materi oleh Muhammadiyah. Soal itu, dia mengatakan berbagai kalangan sudah membuktikan bahwa Amandemen UUD 1945 sarat dengan kepentingan asing. Dia menekankan bahwa hasil  amandemen tanpa kajian akademik atau berbasis riset itu telah melahirkan sembilan titik konflik.

Sementara itu, Ketua Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan, semua UU yang disasar oleh Muhammadiyah itu memang sudah sejak lama diidentifikasi sebagai berpotensi inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945 dan Prinsip Pancasila.
 
Gunawan mengatakan, UU itu lebih beraroma kepentingan asing. Hanya penting diluruskan bahwa anti kepentingan asing di sini bukan sikap anti kepada orang asing sebagaimana sikap golongan chauvinis dan kaum  fasis. "Tetapi anti terhadap bentuk imperialisme baru dan neo kolonialisme yang membawa perekonomian indonesia tidak untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyatnya sendiri," kata Gunawan di Jakarta, malam ini.

Walau demikian, menurut Gunawan, tak bisa dipungkiri bila gerakan Muhammadiyah itu akan memancing kontroversi terkait kecurigaan adanya motif politis tertentu.

Bila melihat transisi demokrasi, dua periode kepemimpinan SBY selalu diwarnai dua hal. Yakni konflik elit yang berkepanjangan serta konsolidasi demokrasi menjadi demokrasi prosedural guna liberalisasi ekonomi dan politik yang didukung lembaga-lembaga keuangan internasional.

Secara historis, Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan modernisasi Islam guna melawan kolonialisme. Akan tetapi kader-kader Muhammadiyah yang jadi legislator nampaknya tidak memerankan perlawanan terhadap liberalisasi, imperialisme baru, dan neo kolonialisme.
 
Kecurigaan selanjutnya adalah soal kemungkinan meningkatnya citra politik Din Syamsuddin pasca dikabulkannya permohonan uji materi UU Migas. Kecurigaan bisa timbul karena niat baik membenahi sistem itu tak diikuti dengan pengerahan kerja politik kader Muhammadiyah di DPR dalam rangka pembaruan hukum melalui agenda prolegnas."Menjadi penting dan utama bagi Muhammadiyah agar dapat mencegah kadernya di parpol, DPR, dan Pemerintah untuk tidak bertindak inkonstitusional," kata dia. Desastian/dbs


latestnews

View Full Version