JAKARTA (VoA-Islam) - Prihatin, di Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November lalu, ini masih ada guru honorer yang digaji di bawah standar upah minimum. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo mengatakan para guru honorer di Tanah Air saat ini kondisinya memprihatinkan, itu akibat ketidakjelasan status mereka.
"Guru-guru honorer penghasilannya di bawah upah minimum. Padahal kewajiban yang dijalankan sama dengan guru PNS. Ini tentu membuat guru-guru ini kesejahteraan hidupnya di bawah rata-rata pendapatan yang diperoleh hanya sekitar Rp500 ribu, bahkan ada yang hanya Rp150 ribu," kata Sulistiyo usai peringatan Hari Guru di Kantor PGRI Jakarta.
Ia mengatakan pembinaan kompetensi yang paling menyedihkan adalah yang menimpa guru swasta dan honorer (guru non-PNS). Secara kepegawaian mereka tidak jelas status maupun jabatan dan kepangkatannya, bahkan hingga kini belum diatur oleh pemerintah.
Untuk itu, ia meminta pada pemerintah untuk mulai memperhatikan para guru honorer dan mengangkat yang telah memenuhi syarat sebagai PNS. Pasalnya, tidak sedikit guru honorer ini yang justru menunaikan kewajibannya sebagai pendidik dengan kapasitas lebih baik daripada guru yang memiliki status PNS.
"Kesejahteraannya tidak memeroleh perhatian yang wajar, bahkan selama ini pemerintah dan pemerintah daereh jelas-jelas melanggar UU no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 ayat (1) huruf a, yang menyatakan bahwa guru berhak mendapat penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial.
Sedangkan bagi para guru honorer yang belum memenuhi syarat tapi dibutuhkan, dapat diangkat menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) dengan penghasilan yang sesuai dengan standar upah minimum. Selanjutnya secara prosedur kepegawaian, ia juga meminta agar para guru honorer diperlakukan setara dengan guru PNS.
"Secara kepegawaian, mereka juga harus setara dengan guru PNS. Mereka juga berhak untuk mengikuti sertifikasi yang diadakan. Jika mau dilakukan, ini dapat menjawab kurangnya guru yang terjadi saat ini," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, rekrutmen dan distribusi guru dilaksanakan tidak berdasarkan kebutuhan, tidak berbasis mutu dan bernuansa KKN. Guru dan organisasi guru belum dilibatkan dalam pengambilan kebijakan pendidikan, baik tingkat satuan pendidikan, kabupaten dan kota, provinsi dan tingkat nasional sebagaimana diatur dalam UU Guru dan Dosen no 14 tahun 2005, katanya. (Desastian/Ant)