TANGERANG (voa-islam.com) - Alhamdulillah, akhirnya sang mujahid muda, Mustaqim Abdullah, pada hari Kamis (29/11/2012) telah dibebaskan dari Lapas Anak Pria Kelas IIA, Tangerang, Banten.
Mustaqim Abdullah adalah salah satu santri Pondok Pesantren Umar Bin Khattab (UBK), usianya masih sangat mudah, baru 16 tahun.
Remaja yang duduk di bangku SMP ini ditangkap Densus 88 saat hendak menguburkan jenazah ustadz Firdaus, kakak kandungnya sendiri, pada Selasa (12/8/2011).
Ustadz Firdaus, sebagaimana dikisahkan sebelumnya, adalah seorang guru di Ponpes UBK. Ia gugur saat hendak menjinakkan bom di Ponpes tersebut, pada Senin (11/8/2011).
Mustaqim, bocah remaja itu pernah menceritakan, saat ditangkap dirinya mengalami penyiksaan berat dari Densus 88. Bahkan menurut pengakuannya ia sempat muntah darah akibat penyiksaan tersebut.
Mustaqim bukanlah artis, anak seorang artis juga bukan anak pejabat. Sehingga dirinya sama sekali tak mendapatkan perhatian maupaun pembelaan dari khalayak. Bahkan pembelaan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun tak terdengar.
Bocah asal Desa O’o, di Dompu, kabupaten yang bersebelahan dengan Bima, ini pun disidang bersama dengan para mujahid lainnya di PN Tangerang. Ia divonis satu tahun penjara oleh majelis hakim karena memberikan bantuan atas kasus terorisme dan menyembunyikan informasi.
Menurut majelis hakim saat persidangan waktu itu, Mustakim terbukti melanggar pasal 13 huruf c Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dari proses persidangan itu membuktikan jika undang-undang perlindungan anak di negeri ini sama sekali tak berguna.
Bocah SMP seusia Mustaqim tak seharusnya dijerat pasal terorisme, sebab seperti yang tercantum pada pasal 7 (1) Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak, bahwa anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa diajukan ke sidang anak, sedangkan orang dewasa diajukan ke sidang bagi orang dewasa.
Parahnya lagi, setelah divonis 1 tahun penjara, seharusnya Mustaqim dibebaskan pada tanggal 19 Juli 2012, mengingat ia secara resmi ditahan tepat setahun yang lalu pada tanggal dan bulan yang sama.
Tetapi, jangankan remisi, pengurangan masa tahanan atau bahkan Pembebasan Bersyarat (PB) seperti yang didapat narapidana lainnya, tanpa putusan hukum yang jelas Mustaqim Abdullah tak kunjung dibebaskan setelah masa tahanannya berakhir.
Pihak keluarga sempat bertanya-tanya sampai kapan Mustaqim akan dibebaskan padahal masa hukumannya telah lewat.
Di sisi lain pengacara dari Densus 88, Asludin Hatjani Cs. juga sama sekali tak memberikan pembelaan apa pun pada Mustaqim terkait masa penahanannya yang sudah lewat dan seharusnya dibebaskan.
Sementara pihak lapas juga tak tahu menahu perihal hitungan vonis 1 tahun di pengadilan yang seharusnya dikurangi masa tahanan.
Saat Mustaqim dibesuk sejumlah aktivis yang menanyakan kapan dirinya akan dibebaskan, Mustaqim hanya menjawab bahwa pihak Lapas menjanjikan akhir November 2012 dirinya akan dibebaskan. Saat itu Mustaqim pun hanya bisa pasrah mengelus dada.
Akhirnya penantian panjang itu pun tiba, setelah dipenjara selama 1 tahun 4 bulan 11 hari, Mustaqim Abdullah kini menghirup udara bebas.
Meski tanpa disambut keluarga saat hari pembebasannya, Mustaqim tetap bersyukur kepada Allah. Mungkin pihak keluarganya di Dompu, NTB tak memiliki biaya untuk menjemput dirinya. Apalagi sempat dikabarkan orang tuanya kini sudah renta dan kadang sakit-sakitan.
Mustaqim mengucapkan terima kasih kepada para aktivis yang selama ini begitu perhatian dan kerap membesuknya, hanya Allah yang bisa membalas amal shalih tersebut. [El Raid]