View Full Version
Jum'at, 07 Dec 2012

Polisi Tarik 13 Penyidik, Kemungkinan Akan Rekrut Penyidik dari TNI

JAKARTA (VoA-Islam) - Kepolisian Republik Indonesia menarik 13 penyidik KPK, salahsatunya adalah Komjen Novel Baswedan yang bertugas mengungkap kasus simulator SIM dengan tersangka Irjen Djoko Susilo. Penarikan 13 penyidik di KPK yang dilakukan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dinilai sebagai bentuk arogansi polisi.

Sebelumnya, pada 14 September 2012, polisi juga menarik 20 penyidik dengan alasan masa tugas yang sudah berakhir. Padahal 12 penyidik diantaranya baru bertugas di KPK selama setahun.

Penarikan penyidik ini dilakukan bersamaan dengan penahanan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian Surat Izin Mengemudi (SIM). KPK menahan Djoko di Rumah Tahanan Guntur pada Senin (3/12/2012) lalu.

Kapolri Jenderal Timur Pradopo ingkar janji, mengingat ia pernah mengatakan tidak akan menarik kembali penyidik di KPK. Hal itu disampaikan Timur setelah Irjen Djoko Susilo resmi ditahan oleh KPK.

Sementara itu KPK telah menolak surat penarikan Polri terhadap penyidik Novel Baswedan. KPK menilai Novel sudah menjadi penyidik KPK dan tidak akan lagi dikembalikan ke kepolisian. Kabarnya juga, Polri menolak pengunduran diri Novel dari korps kepolisian..

Novel adalah penyidik yang bekerja keras mengungkap kasus simulator SIM. Dia juga yang memimpin penggeledahan di Korlantas bulan September 2012. Namun bulan lalu, dia sempat hendak ditangkap penyidik kepolisian.

Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim ) Polri Komisaris Jenderal Sutarman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat,  berdalih, yang dilakukan Polri bukan penarikan. Sutarman mengatakan, para penyidik itu kembali ke korps Bhayangkara karena telah habis masa dinasnya di KPK. Penarikan ke 13 penyidik dari Polri itu, katanya, merupakan wewenang institusi kepolisian terkait.

Polri mengaku telah menawarkan pengganti penyidik tersebut kepada KPK. Ada 30 penyidik Polri yang telah disiapkan Polri untuk mengganti penyidik yang sudah habis masa kerjanya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi.

KPK Rekrut Penyidik dari TNI

Penarikan 13 penyidik KPK oleh Mabes Polri menunjukkan indikasi semakin kuatnya upaya pelemahan lembaga antikorupsi piminan Abraham Samad itu. Padahal ada dua kasus besar yang tengah diungkap KPK, yaitu kasus skandal bailout Bank Century dan proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Penarikan penyidik dari Polri tersebut jelas sangat menganggu proses penyedikan selanjutnya.  

Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, kinerja KPK akan melemah lantaran kekurangan jumlah penyidik yang benar-benar mumpuni, mengingat banyaknya kasus korupsi yang menumpuk di KPK. Ia menawarkan solusi agar KPK menjadi kuat, tidak hanya dalam hal penegakan hukum, tetapi juga berwibawa dimata publik. Solusinya adalah KPK harus merekrut penyidik dari Kejaksaan dan Dempom TNI, karena kalau hanya penyidik independen KPK akan dilawan polisi.

KPK pun diminta serius dalam mempersiapkan penyidik independen atau di luar dari instansi yang biasa menyuplai penyidik. Dengan demikian, kerja KPK ke depan dalam pemberantasan korupsi tidak akan terganggu.

Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas,  meski Presiden Yudhoyono berjanji akan merevisi PP No 63/2005 guna mengatasi penarikan sewenang-wenang pegawai KPK dari instansi asalnya. Namun, draf revisi tersebut telah sampai di Sekretariat Negara, hingga  sekarang Presiden belum menandatangani.

Dalam draf revisi itu, lanjut Busyro, salah satu poinnya adalah mengatur penempatan pegawai KPK yang berasal dari instansi lain dari yang awalnya 8 tahun menjadi 12 tahun. Pegawai dari instansi lain juga berhak memilih kembali ke instansi asalnya atau tetap menjadi pegawai KPK.

KPK sendiri telah menyurati Presiden soal kebutuhan revisi aturan tentang SDM KPK itu. Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengakui, draf revisi PP itu masuk ke Kantor Presiden beberapa waktu lalu. Namun, draf itu harus dikembalikan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi karena mengandung sejumlah kekurangan. Desastian/dbs




latestnews

View Full Version