JAKARTA (voa-islam.com) - Pemerhati kontra-terorisme, Harits Abu Ulya menyatakan jika Densus 88 telah salah sasaran dalam penindakan kasus terorisme di sejumlah tempat, seperti Makassar, Dompu dan Bima.
Menurutnya, operasi Densus 88 yang berujung pada penembakan 7 orang di beberapa daerah tersebut adalah bentuk kegagalan operasi Intelijen.
“Densus 88 sangat mungkin salah tembak orang, ini salah satu bentuk kegagalan operasi intelijen aparat plus kecerobohan tindakan aparat dilapangan. Seorang Bahtiar Abdullah hanyalah seorang penjual ayam dan krupuk dan dalam 6 tahun terakhir tidak pernah keluar pulau apalagi Poso,” kata Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), kepada voa-islam.com, Senin (14/1/2013).
...Densus 88 sangat mungkin salah tembak orang, ini salah satu bentuk kegagalan operasi intelijen aparat plus kecerobohan tindakan aparat dilapangan
Ia pun sepakat dengan temuan investigasi lapangan Tim Pencari Fakta dan Rehabilitasi (TPFR) Bima yang mengungkapkan bahwa Bahtiar Abdullah yang ditembak mati Densus 88 pada Sabtu (5/1/2013) tidak pernah pergi ke Poso.
Lebih lanjut, Harit melihat aparat Densus 88 telah bertindak konyol dan over acting dengan menembak mati orang yang katanya terduga teroris tapi justru tak diketahui identitasnya.
“Kegagalan indentifikasi aparat atas obyek atau target sasaran oleh aparat Densus bukan kali ini saja terjadi, dua orang lain yang tewas di Bima, aparat juga belum tahu identitas mereka siapa. Artinya, aparat sendiri tidak tahu siapa yang ditembak. Apakah benar mereka ‘teroris’ atau tidak? jadi ini sangat konyol. Bagaimana bisa seorang dieksekusi dengan alasan mereka terduga teroris padahal tidak tahu persis siapa mereka, dan ini bukti Densus kurang profesional dan over acting,” paparnya.
...aparat juga belum tahu identitas mereka siapa. Artinya, aparat sendiri tidak tahu siapa yang ditembak. Apakah benar mereka ‘teroris’ atau tidak? jadi ini sangat konyol
Kemudian, mengenai barang bukti berupa sejumlah bahan peledak yang dirilis aparat, kata Harits semua itu diduga sebagai rekayasa aparat sendiri.
“Masalah barang bukti yang dirilis aparat dan dipublish media massa dan elektronik tampak adanya inkonsistensi data. Itu merupakan indikasi bahwa barang bukti tersebut dugaan saya adalah rekayasa. Mereka yang diduga terlibat aksi kekerasan di Poso kemudian mereka turun gunung keluar meninggalkan Poso via Makassar dengan jalur laut atau kapal dengan membawa bahan peledak atau bom itu sangat naif dan bodoh sekali jika itu benar,” jelasnya.
...Itu merupakan indikasi bahwa barang bukti tersebut dugaan saya adalah rekayasa
Ia menegaskan bahwa sejumlah barang bukti yang diduga rekayasa aparat tersebut hanya untuk melegitimasi perburuan orang-orang yang dicap teroris di Bima dan sekitarnya.
Di sisi lain, Harits mensinyalir jika orang-orang yang lari ke Bima dari Poso tidaklah banyak dan aparat juga sedikit banyak sudah tahu karena telah memantau pergerakan mereka. [Ahmed Widad]