SOLO (voa-islam.com) - Tokoh Umat Islam Solo, ustadz Dr. Mu’inudinillah Basri, MA menyatakan bahwa Densus 88 merupakan bagian dari agenda asing.
Hal itu diungkapkan ustadz Mu’in, sapaan akrabnya, terkait sikap brutal Densus 88 yang kian meresahkan umat Islam.
“Bahwa Densus 88 dan perang terhadap teroris, itu sebetulnya agenda luar negeri, bukan agenda Indonesia. saya melihat cukup bukti terkait hal itu,” ujarnya kepada voa-islam.com, Ahad (20/1/2013).
Ia pun menyampaikan kritik kepada pemerintah terkait kasus terorisme yang selalu diarahkan kepada umat Islam.
“Semuanya kan harus dilihat secara obyektif. Jadi dalam satu sisi kitajuga mengkritik pemerintah. Bahwa semua tindakan-tindakan yang bersifat membunuh, merusak, kalau yang melakukan itu orang diluar Islam selalu diarahkan tindak pidana biasa dan mereka hanya disebut sebagai separatis sebagaiman yang terjadi di Ambon, Maluku, Papua, itu selalu gitu.
Tapi ketika yang melakukan kaum muslimin, selalu dituduh teroris. Itu sesuatu yang harus kita luruskan juga, agar pemerintah jangan demikian,” jelas Direktur Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an (PPTQ) Ibnu ‘Abbas Klaten Jawa Tengah ini.
...Bahwa Densus 88 dan perang terhadap teroris, itu sebetulnya agenda luar negeri, bukan agenda Indonesia.
Untuk itu ia meminta pemerintah meluruskan cara pandangnya terhadap umat Islam, agar jangan menganggap umat Islam sebagai warga negara kedua, bahkan rival pemerintah.
“Maka kembali ke pokok masalah, bagaimana kita memandang hubungan antara pemerintah dengan kaum muslimin. Jangan sampai kaum muslimin dianggap sebagai warga negara kedua, jangan sampai kaum muslimin dianggap rival dari pemerintah, tidak seperti itu harusnya cara pandang pemerintah,” tegasnya.
Sebab menurut ustadz Mu’in, sikap pemerintah itu amat berdampak dalam penanganan kasus terorisme. Hal ini terlihat dari pola kerja aparat Densus 88 yang main tembak terhadap orang yang baru diduga sebagai teroris.
“Kalau bisa ditangkap hidup, kenapa harus ditembak mati? Karena bagaimanapun juga, seseorang itu pasti bisa bebas dari segala kesalahan dan ketika menuduh dengan segala tuduhan harus dibuktikan melalui pengadilan dengan segala bukti-bukti yang ada,” pungkasnya. [Widad, Bekti]