JAKARTA (voa-Islam.com) – Jika di “kampus-kampus agama” terjadi liberalisasi, maka di kampus umum terjadi dualisme keilmuan antara agama dan sains. Nampaknya dualisme ini tidak berhasil dibendung oleh aktivis dakwah kampus yang cenderung pragmatis dan politis. Kegagalan tersebut tidak lain, akibat tidak adanya konsep keilmuan yang memadai.
Demikian dikatakan Usep Mohamad Ishaq, Peneliti Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN) Bandung— network INSISTS -- dalam makalahnya yang berjudul “Menggagas Pusat Studi Sains Islam”, disampaikan dalam Musyarawarah Kerja dan Tasyakuran 10 Tahun INSISTS “Sinergi Membangun Peradaban Islam” di Solo.
Lebih lanjut Usep mengatakan, mata kuliah filsafat ilmu yang diberikan di kampus merupakan filsafat ilmu yang cenderung berparadigma Barat yang justru semakin menggerus identitas keislaman mereka. Untuk meredam kegamangan keilmuan, mereka mengunci agama di satu ruang dan sains di ruang lain, supaya masalah-masalah keilmuan tidak mengganggu.
“Jadilah agama diajarkan sebatas untuk perilaku dan fiqih, sedangkan sains diajarkan sekadar untuk mencari penghidupan selepas lulus. Itulah yang terjadi di kampus-kampus umum saat ini,” ungkap Usep.
Seperti diketahui, kekacauan dan kerusakan akibat masalah keilmuan dapat dilacak pada masalah worldview (pandangan-alam ). Mengingat pandangan-alam ini sangat penting dalam kegiatan ilmiah. Gagasan Sains Islam haruslah menyentuh aspek filosofis, metodelogis, hingga praktis.
Untuk mengembangkan pusat studi sains Islam, dikatakan Usep, dapat dilakukan melalui kajian diantaranya: Kajian-kajian dan penelitian sejarah sains dan teknologi dalam peradaban Islam; Kajian-kajian filsafat sains (meliputi Filsafat Sains Yunani, Islam, danBarat), konsep dan metodelogi sains; Kajian sains dan teknologi tepat guna yang sesuai dengan nilai dan etika Islam dan berasaskan manfaat; dan Kajian, perumusan, dan penerapan pendidikan Sains Islam.
Kajian dalam penelitian sejarah sains dan teknologi dalam peradaban Islam dinilai sangat penting terutama dalam menumbuhkan kebanggaan dan kesadaran terhadap sejarah kegemilangan sains. Diharapkan dengan tumbuhnya kesadaran ini ada gairah dan semangat baru untuk mengkaji sains yang berakar pada sejarah peradaban Islam. Studi terhadap sejarah sains Islam akan membantu kita memahami fikiran tokoh-tokoh sains Islam di masa lalu, memahami kebijakan penguasa terhadap mereka, memahami motif dan metodelogi sains mereka, memahami framework yang mereka gunakan; memahami sebab jatuh dan bangkitnya sains dalam masyarakat. Dari hal tersebut, kita dapat memperoleh pijakan dan pelajaran dalam membangun Sains Islam ke depan.
Menyitir Direktur Utama INSISTS Hamid Fahmy Zarkasyi: “Kita harus merujuk khazanah Islam di masa lalu, bagaimana mereka bisa membuat peradaban yang tangguh dan bisa memengaruhi peradaban lain. Ini yang harus menjadi pelajaran orang Islam sekarang. Dan sejarah ini perlu diungkap kembali, karena sejarah itu ditutup-tutupi oleh Barat agar umat islam tidak ingat bahwa mereka pernah berjaya dan memberikan sumbangan terhadap peradaban Barat, sehingga Barat menjadi peradaban yang tangguh seperti saat ini.”
Kajian dan penelitian sejarah sains dan teknologi dalam peradaban Islam yang tak kalah penting adalah sebagai upaya untuk meluruskan kemungkinan-kemungkinan penyelewengan, pengaburan, atau kesalah-penafsiran terhadap sejarah sains, tokoh-tokoh sains dalam sejarah Islam, serta konsep-konsep penting mereka.
Sebagai contoh, tokoh sainstis muslim seperti Ibn Al-Haytham sering dianggap sebagai perintis Metoda Sainstifik Barat. Oleh Barat, Al-Haytham dianggap telah melakukan apa yang ilmuwan-ilmuwan seperti Galileo, Kepler, Laplace dan lain-lain lakukan.
Sejarah mencatat, Muhammad bin Musa al-Khawarizmi yang atas permintaan Khalifah al-Ma’mun menyusun karya untuk mengatasi masalah perhitungan pembagian waris, pajak pembagian, penuntutan perkaram dan perdagangan, pengukuran lahan, penggalian kanal, perhitungan geometris dan lain-lain. Bahkan ada beberapa sainstis yang diminta oleh pihak yang berkepentingan untuk menentukan arah kiblat dan waktu-waktu ibadah.
Perlunya hasil sains Islam yang menyentuh kebutuhan umat juga dilakukan oleh para sainstis muslim terdahulu, seperti Ibn al-Haytham ketika mengatasi persoalan banjir sungai Nil.
Potensi komunitas di PIMPIN, seperti dikatakan Usep, punya latar belakang keilmuan matematika dan sains, teknik, seperti: teknik, arsitektur, teknik mesin (energy), teknik sipil, teknik elektro, teknik computer dan lain-lain. Itulah sebabnya, Penetrasi gerakan “Islamisasi Sains” ke dalam kampus-kampus sains dan teknologi sangat penting dan tidak dapat dihindari.
Kampus adalah mesin utama penghasil para sainstis dan teknokrat di kemudian hari. AM Saefuddin mengistilahkan bahwa “Islamisasi Kampus” merupakan langkah awal strategis dalam “Islamisasi Sains”. Oleh karenanya diperlukan persiapan yang cukup agar gagasan Islamisasi Sains ini dapat berhasil di kampus-kampus umum, yakni dengan persiapan materi yang terprogram dan berkurikulum.
Program PIMPIN
Sebagai Lembaga pengkajian dan penelitian pemikiran Islam, PIMPIN yang merupakan networks INSISTS di Bandung, memiliki program-program sebagai berikut: Menginventarisir temuan dan karya para sainstis muslim, sehingga dapat diperoleh catalog atau direktori sainstis muslim dan karya-karya mereka; mengumpulkan karya para sainstis muslim ataupun karya kajian dalam bentuk buku, e-book, replika artefak dan alat-alat sains yang pernah digunakan para sainstis muslim terdahulu.
Beberapa karya yang berhasil dan dikumpulkan oleh peneliti PIMPIN diantaranya adalah Kitab karya Ibnu al-Haytham, Kamaluddin Abi al-Hasan al-Farisi, al-Biruni, Muhammad bin Musa al-Khawarizmi, Umar Khayam, Ibnu Sina, dan sebagainya.
“Cita-cita kami ke depan adalah memiliki Museum Sains Islam yang menampilkan replika artifaktual dari karya sainstis juga karya mereka dalam bentuk tulisan yang dapat dikunjungi para pelajar hingga peneliti,”
Program PIMPIN lainnya adalah merancang bangun ‘Mushaf al-Qur’an Braille digital. Alat yang dikerjakan oleh Hidayat, S.Kom dkk dengan biaya dari hibah bersaing DIKTI ini, untuk menanggulangi mahal dan sulitnya untuk memperoleh al-Qur’an Breille bagi penyandang tuna netra. Perlu diketahui, harga mushaf al-Qur’an Braille mencapai Rp. 1.650.000 per paket 30 juz atau Rp. 55.000 per juz dan perlu proses tunggu untuk pemesanan.
PIMPIN juga melakukan pembuatan perangkat lunak pembagian waris berbasis web yang bisa digunakan oleh umat Islam secara gratis. Alat ini juga dikerjakan dibawah supervisi Hidayat, S.Kom. MT dan DR. Wendi Zarman.
Selain itu PIMPIN juga meneliti dan mengkaji bidang-bidang yang menyentuh langsung hajat hidup orang banyak seperti: Bidang energy alternative yang ramah lingkungan, bidang teknologi ramah lingkungan, bidang teknologi pangan dan obat-obatan yang tidak merusak tubuh, bidan teknologi yang berkaitan dengan kebencanaan.
Untuk kajian dan penerapan pendidikan sains Islam, PIMPIN melakukan kajian dan program yang meliputi: daurah pendidikan Islam (dilaksanakan setahun sekali), perumusan kurikulum pendidikan sains islam, workshop pengajaran sains Islam kepada guru-guru, workshop dan penyusunan ulang buku-buku sains untuk sekolah, pembuatan alat-alat peraga dan alat bantu pendidikan sains, serta pembuatan multimedia untuk alat pengajaran sejarah sains Islam.
Sejauh ini PIMPIN sudah menyelenggarakan beberapa kegiatan terkait Islam dan sains, bukan hanya di kampus-kampus, tapi juga sekolah-sekolah. Pesertanya meliputi para mahasiswa, pelajar, guru, hingga rohis dan masyarakat umum. Cukup banyaknya permintaan workshop dan kajian dalam bidang Islam dan Sains menunjukkan antusiasme dan kebutuhan serta peluang dalam gerakan intelektual dalam bidang sains Islam di kalangan kampus dan mahasiswa.
“Peluang ini tentu harus dibarengi dengan ketersediaan materi rujukan dan panduan “Islamisasi Sains” yang terencana dan kurikulum yang baik,” kata usep. [desastian]