View Full Version
Senin, 04 Feb 2013

Sosok Anas dan Ketegaran Sang Ibu Perjuangkan Pemulangan Jenazah

JAKARTA (voa-islam.com) - Upaya pemulangan jenazah korban penembakan Densus 88 membutuhkan perjuangan panjang, kesabaran dan begitu membutuhkan keteguhan.

Hal itu lantaran proses pemulangan yang berbelit-belit, tanpa kesabaran dan keteguhan, pihak keluarga pasti akan larut bujuk rayu maupun tekanan aparat Densus 88.

Hal itu sebagaimana yang dialami Hj. Fatma (62) yang beberapa waktu hampir satu bulan berada di Jakarta demi memperjuangkan pemulangan jenazah Anas Wiryanto, salah satu korban penembakan Densus 88 di Bima.

Alasan Hj. Fatma memperjuangan pemulangan jenazah anaknya, karena sebagai ibu kandung ia mengenal almarhum Anas sebagai anak yang shalih dan amat menyayanginya. Ia juga menampik tudingan aparat kepolisian yang menuduh Anas terlibat kasus terorisme hingga akhirnya ditembak mati.

“Sepengetahuan saya, anak saya itu tidak tahu apa-apa. Di mata saya sebagai ibu kandungnya, Anas itu anak yang shalih, anak yang pintar, anak yang jujur, berteman dengan siapa saja, anak yang paling santun dan anak yang penuh wibawa. Anak saya itu disayangi oleh semua orang di kampung saya,” ucapnya kepada voa-islam.com, Sabtu (2/1/2013).

Ia melanjutkan, Anas juga dikenal sebagai anak yang cerdas. “Anas bersekolah SD di Desa Hidirasa, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima. Lalu ia melanjutkan sekolah SMP di Desa Tawali, Kecamatan Wera kemudian masuk SMEA di sebuah sekolah Kabupaten Bima. setelah lulus saya minta Anas untuk melanjutkan studynya di Yogyakarta. Anas kuliah di STIE Widya Wiwaha jurusan Akutansi. Anas anak yang pintar, ia mendapat IP 3,8 dan ia lulus cumlaude,” sambungnya.

Meskipun cerdas, Anas amat berpegang teguh dengan nilai-nilai agama, sampai-sampai ia pun tak mau mendaftar sebagai PNS lantaran dipungut suap.

“Anas tidak mau jadi pegawai negeri (PNS) karena dia tidak mau nyogok untuk daftar PNS, dia lebih suka jual telur keliling kampung, meskipun ia seorang sarjana. Anas sudah menikah dan memiliki empat orang anak,” imbuhnya.

Selain itu, Anas juga tulang punggung keluarga. “Anas itu sebenarnya harapan kehidupan saya, sebagai tulang punggung keluarga. Anas juga anak yang rajin ibadah, dia tidak pernah shalat di rumah, shalatnya di masjid. Anas pernah berpesan kepada saya jika terjadi musibah harus tabah dan meminta saya sering-sering shalat malam,” ucapnya.

Ibu kandung Anas bahkan sempat mendapatkan firasat lewat mimpi, dua hari sebelum Anas ditembak mati Densus 88.

“Dua hari sebelum kejadian saya bermimpi dua kali berturut-turut. Dalam mimpi saya, begitu banyak orang lalu lalang, saya pun penasaran dan bertanya; ada apa, banyak orang lalu lalang? Lalu dijawab; kita baru pulang dari masjid, masjid itu begitu megah tapi tidak bisa dimasuki siapa pun kecuali satu orang. Setelah itu saya bangun, tapi saya berkeyakinan bahwa dalam mimpi saya, satu orang itu adalah anak saya Anas Wiryanto,” ungkapnya.

Pribadi Anas yang baik itulah yang membuat Hj. Fatma rela berjuang sekuat tenaga untuk memulangkan jenazah anaknya ke kampung halaman.

“Saya sejak awal terus berharap jenazah Anas bisa dimakamkan di kampung halaman. Sebab sudah ada 3 kampung yang bersedia dan menerima pemakaman jenazah anas. Jadi saya terus berjuang di Jakarta dengan inisatif sendiri dan biaya sendiri demi kepulangan jenazah Anas,” tuturnya.

Setelah memberikan data identitas seperti KTP, ijazah serta diambil sampel darahnya untuk tes DNA, Hj. Fatma menceritakan jika dirinya sempat mendatangi RS. Polri Sukanto, Kramat Jati untuk mempertanyakan kepulangan jenazah anaknya.

Namun, jangankan bisa dipulangkan, melihat jenazahnya pun tak diperbolehkan. Pihak Densus 88 terus membujuknya agar dimakamkan di Jakarta dengan berbagai alasan, diantaranya faktor biaya dan khawatir adanya penolakan.

Padahal, berbagai prosedur dengan menyerahkan surat-surat yang diminta seperti pernyataan tak ada penolakan dan permohonan pemulangan jenazah dari keluarga dan tokoh masyarakat telah diserahkan.

Meski demikian, Hj. Fatma menolak anaknya dimakamkan di Jakarta dan menegaskan akan tetap memperjuangkan pemulangan jenazah Anas.

“Saya siap menunggu kapan pun, kalau perlu saya akan menginap di Rumah Sakit berbulan-bulan, demi menunggu kepulangan jenazah anak saya,” tegasnya.

Didampingi PUSHAMI, MER-C dan JAT, beberapa waktu lalu, keluarga korban penembakan Densus 88 terus mendatangi pihak-pihak terkait seperti MUI Pusat, Komnas HAM dan Komisi III DPR RI agar jenazah korban bisa dipulangkan ke kampung halamannya.

Usia senja Hj. Fatma sama sekali tak menghalangi keinginannya membawa jenazah Anas kembali, ia bahkan bertekad lebih baik mati daripada harus meninggalkan jenazah anaknya dimakamkan di Jakarta.

“Saya tidak goyah dengan keinginan saya untuk membawa jenazah Anas pulang. Saya lebih baik ditembak mati daripada saya harus tinggalkan jenazah anak saya di sini!” cetusnya.

Jenazah korban penembakan Densus 88 akhirnya bisa dipulangkan setelah Komisi III DPR RI bersama keluarga korban yang didampingi PUSHAMI dan JAT melakukan sidak ke RS. Polri Kramat Jati.

Usai dimakamkan di kampung halaman, Hj. Fatma pun bersyukur, ia mengucapkan banyak terima kasih kepada sejumlah pihak yang membantu kepulangan jenazah anaknya. [Ahmed Widad]


latestnews

View Full Version