View Full Version
Jum'at, 08 Feb 2013

Ghanimah Membuat Partai Dakwah Kehilangan Visi-Misi Dakwahnya

JAKARTA (voa-islam.com) – Setiap mujahid dakwah dimanapun berada hendaknya tidak melupakan  visi dan misinya. Ketika disebut partai dakwah, misalnya, maka  dia harus punya visi dan misi dakwah.  Adapun fungsi partai, hanyalah sebagai alat untuk menegakkan nilai-nilai dakwah.

Demikian dikatakan Ketua Umum Khairu Ummah Ustadz Ahmad Yani yang selama ini membina kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ditemui Voa-Islam di sekretariat PP Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jakarta, Ustadz  Ahmad Yani menyampaikan tausyiahnya kepada PKS agar menjadi lebih baik lagi.

Ketika disinggung soal kasus yang menimpa LHI, dan seruan dari Anis Matta untuk tobat nasional, Ust Ahmad Yani mengatakan, kalau memang benar, akui saja kesalahan itu, dan kembali ke jalan yang benar. Tidak perlu melakukan pembelaan diri, jika terbukti bersalah. Maka bertobat itu lebih baik.

Namun kata tobat jangan pula sekedar jargon. Karena syarat tobat itu adalah mengakui kesalahan, menyesali kesalahan, bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan dan berupaya untuk menjadi lebih baik lagi. “Meski aspek hukumnya masih harus menunggu pembuktiannya di pengadilan nanti,” kata Ahmad Yani yang juga sekretaris Departemen Dakwah dan Pengkajian PP Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Mengenai seruan tobat nasional, sebenarnya bukan hanya PKS, tapi semua masyarakat dan parpol. Bicara soal kekeliruan dalam perjuangan, lanjut Ahmad Yani, sesungguhnya sudah terjadi sejak zaman Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Bahkan dalam Al-Qur’an diceritakan apa adanya.  Sejarah mencatat, ketika terjadi Perang Badar, tatkala umat Islam meraih kemenangan, terjadi ketegangan diantara para sahabat tentang harta ghanimah (pampasan perang). Hingga turun ayat (QS. Al-Anfal) terkait peristiwa itu.

Intinya adalah, persoalan ghanimah adalah urusan Allah dan Rasulnya, sedangkan kamu hendaknya bertakwa dan memperbaiki hubungan diantara kamu.  Taatlah pada Allah dan Rasulnya.

 Kader Harus Siap Mental

Ustadz Ahmad Yani sangat menyayangkan, jika ada kader partai dakwah yang membela mati-matian pemimpinnya, kalau memang terbukti bersalah.

Bagaimana sikap kader sebaiknya? “Seorang pemimpin itu ibarat ayah yang harus memberi contoh teladan kepada anak-anaknya. Ketika bapaknya menjadi idola bagi anak-anaknya, lalu ketika sang bapak melakukan kesalahan, anak-anaknya tidak siap mental. Karena itu seorang pemimpin harus hati-hati dalam ucapan maupun perbuatan.”

Jika membaca cerita pemimpin di masa lalu, betapa tingkat kehati-hatian nya begitu tinggi, apalagi jika sudah menyangkut materi dan harta. Seorang Khalifah Umar bin Abdul Aziz, umpamanya. Dia tidak mau menggunakan fasilitas negara untuk urusan pribadi,  juga tidak mau menerima hadiah. Karena, hadiah dan sogok bagi pejabat itu beda tipis.  Tak terkecuali, ketika istrinya disuruh melepas perhiasan mewahnya, dan menyerahkannya ke baitul mal.

“Kalau pemimpin tidak hati-hati, dan menganggap enteng persoalan, maka sesungguhnya dia disorot banyak orang,  sehingga harus tampil baik. Cerita-cerita pemimpin di masa lalu sangat kontekstual hingga sepanjang masa. Makanya, saya menulis buku ‘Beginilah Seharusnya menjadi Pemimpin’.  Selain harus berhati-hati, juga merespon persoalan dengan cepat dan tuntas.  

Ketika ditanya apakah ada konspirasi dibalik kasus yang menimpa LHI dan PKS? Ustadz Ahmad Yani mengatakan, terlepas ada konspirasi atau tidak, seorang pemimpin hendaknya kembali pada kejujuran.  Dari aspek hukum tinggal bagaima pembuktiannya saat di pengadilan nanti. “Kalau memang KPK tidak bisa membuktikan, berarti benar ada konspirasi. KPK kan masih menyembunyikan percakapan telepon antara LHI dengan Menteri Pertanian Siswono.  Kita lihat saja alat bukti itu.“ [desastian]


latestnews

View Full Version