View Full Version
Jum'at, 08 Feb 2013

Partai Dakwah Jangan Bermegah-megahan, Contohlah Umar bin Abdul Aziz

JAKARTA (voa-islam.com) -  Kasus korupsi yang menimpa LHI dan PKS adalah tamparan buat partai Islam yang selama ini mengusung slogan bersih dan peduli. Partai dakwah tidak cukup slogan bersih dan peduli.  

“Slogan itu kayak iklan, ada iklan benar dan ada iklan bohong. Kalau partai kita menang pasti rakyat beres, itu namanya iklan bohong. Karena memang belum bisa dibuktikan. Slogan itu hendaknya, kita ingin berjuang. Jika sudah menang,  masyarakat juga tidak boleh euphoria,  langkah ke depan harus diwujudkan,” kata Ketua Umum Khairu Ummah Ustada Ahmad Yani.

Bukan rahasia umum, politik itu adalah sarat kepentingan. Jika politik itu penegakan nilai, tentu itu yang ideal. Tapi jangan, politik dibumbui, agar tidak terlihat enak. Apa adanya saja.  Tidak benar, ungkapan politik itu pragmatis. Orang tetap idealis. Namun, terkadang ia terjebak dengan tarikan-tarikan.

“Saya teringat dengan alm Hartono Marjono ketika masih , di PPP. Saat saya dan teman-teman PII (ketika itu) berkunjung ke kediaman Mas Ton (begitu ia disapa),  dan menanyakan tentang wacana PPP menjadi partai terbuka. Mas Ton mengatakan, jangan kan PPP, Islam saja terbuka, siapa saja boleh masuk Islam. Maka, kalau mau masuk PPP ya harus masuk Islam dulu. Jadi bukannya PPP nya yang diubah, tapi orangnya dahulu.”

Sejak zaman nabi, selalu ada orang yang ingin memanfaatkan, itulah orang munafik. Partai Islam itu bisa kuat, bisa eksis, dan menang. Dulu Partai Masyumi mengedepan dan memperjuangkan nilai-nilai dari semua aspek, termasuk , soal kesederhanaan.

“Kata sederhana itu bukan berarti tidak punya apa-apa, tapi harus mengembalikan pada fungsinya.  Meskipun harganya mahal, tapi jika fungsinya sangat dibutuhkan tidaklah persoalan. Juga, jika fungsinya sudah terpenuhi, maka tak perlu barang yang mahal.”

Sebagai contoh, jam tangan yang kita kenakan. Selama jam tangan itu berfungsi untuk melihat waktu untuk shalat, jamnya akur, maka tak perlu yang mahal. Kalau memang fungsi itu sudah terpenuhi, kenapa harus menggunakan jam tangan Rolex yang harganya mahal.

Bukankah di PKS banyak ulama? Apakah tidak ada tradisi untuk saling menasihati? “ Tentu saja ada, saling menasihati. Persoalannya dipake atau tidak. Sebagaimana shalat jumat, saat khatib memberi nasihatnya di atas mimbar. Tetap saja masih ada jamaah yang melakukan kemaksiatan. Nasihatnya tidak didengar.”

Dengan adanya kasus korupsi yang menimpa partai dakwah, apakah gerakan dakwah menjadi hancur? Dikatakan Ust Ahmad Yani, dakwah itu bukan hanya politik, dan gerakan dakwah itu tidak akan berhenti selama kita masih mau berdakwah. Kecuali jika politik dijadikan satu-satunya cara berdakwah. Persoalan satu-dua orang, tidak sampai membuat gerakan dakwah menjadi hancur. [Desastian]


latestnews

View Full Version