JAKARTA (voa-islam.com) - Pengesahan RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR RI pada Selasa (12/2/2013), merupakan simbol bahwa Indonesia mengekor kepentingan asing dalam isu terorisme.
“Sebenarnya Indonesia mengacu kepada arahan asing untuk menentukan apakah individu/kelompok/korporasi masuk katagori teroris atau tidak, (pasal 1 ayat 7b juncto pasal 22 ayat 1b). Dan ini bukti Indonesia tidak independen dalam isu terorisme, tetapi mengekor kepada kepentingan asing,” tegas pengamat Kontra-Terorisme, Harits Abu Ulya, kepada voa-islam.com, Selasa (12/2/2013).
...kelompok Islam yang mengusung Islam sebagai ideologi menjadi sasaran dengan berbagai rekayasa dan kriminalisasi atas nama drama terorisme
Lebih lanjut, Harits melihat bahwa semua substansi RUU ini berdiri di atas definisi ‘teroris’ yang kabur dan sangat politis. Sebab sudah menjadi rahasia umum kelompok yang mengusung ideologi Islam menjadi sasaran kriminalisasi atas nama kasus terorisme.
“Lebih parah lagi, semua substansi RUU ini berdiri di atas definisi ‘teroris’ yang kabur dan sangat politis. Sampai hari ini kelompok Islam yang mengusung Islam sebagai ideologi menjadi sasaran dengan berbagai rekayasa dan kriminalisasi atas nama drama terorisme,” ungkapnya.
Maka tak diragukan lagi, meskipun para pejabat negeri ini berdalih dengan berbagai alasan, pengesahan RUU pendanaan terorisme ini jelas dibuat mengikuti kepentingan asing.
“Jelas, ini adalah kepentingan Barat yang diaminkan pemerintah Indonesia yang sekuler. Di samping penjelasan Menkeu Agus Martowardojo dan Menkum HAM Amir Syamsudin lebih mempertegas (secara implisit) bahwa RUU ini dibuat untuk mengikuti kepentingan asing sekalipun alasanya untuk meningkatkan bargaining ekonomi Indonesia di pentas dunia. Akhirnya Indonesia semakin jauh masuk dalam kubangan perang melawan teroris versi Barat yang dikomandani AS,” tandasnya.
...Di samping penjelasan Menkeu Agus Martowardojo dan Menkum HAM Amir Syamsudin lebih mempertegas (secara implisit) bahwa RUU ini dibuat untuk mengikuti kepentingan asing
Sebelumnya, pengamat kontra-terorisme, Harits Abu Ulya menyampaikan bahwa dengan RUU tersebut mengandung pasal karet yang rawan disalahgunakan, bahkan pemerintah bisa bertindak layaknya ‘perampok’ hanya lantaran seseorang/korporasi ‘diduga’ turut membantu kasus terorisme.
“Bahkan terkesan pemerintah ingin jadi seperti “perampok” atas aset korporasi jika mereka tertuduh terlibat dalam pendanaan aksi teror langsung atau tidak, lihat pasal 6 ayat 5d dan e,” tegasnya. [Ahmed Widad]