JAKARTA (voa-islam.com) – Yang namanya kuburan hendaknya ditata dengan baik. Namun, kuburan itu tidak harus mewah seperti kuburan Cina yang megah. Kuburan yang sesuai syariah, cukup diberi tanda nisan, tidak perlu dimarmer, disemen, apalagi menyerupai istana. Itu namanya mubazir.
“Kuburan itu tak perlu mewah. Dana yang banyak itu seharusnya dialokasikan buat yang masih hidup. Tidak ada boleh kesan riya, atau ingin menunjukkan status social seseorang yang meninggal, bahwa itu kuburan orang kaya. Orang yang sudah mati itu tidak lagi butuh status sosial. Seolah orang miskin tidak boleh dikubur di pemakaman yang elit," kata Ketua Umum Khairu Ummah Ustadz Ahmad Yani.
Seharusnya. lanjut Ahmad Yani, ada subsidi silang, kuburan itu tidak hanya diperuntukkan orang kaya saja. "Nanti, jika semua lahan dibisniskan, apalagi dikenai biaya mahal, nanti orang miskin kubur dimana?” tandas Ahmad Yani prihatin.
Seperti diketahui, kuburan di Jakarta sudah mulai terpinggirkan, bahkan tidak mendapat tempat, karena lahan diprioritaskan menjadi lahan produktif, difungsikan untuk membangun gedung, apartemen, jalan raya, sehingga lahan kuburan menjadi langka. Jadi itu tergantung orientasinya.
Ketika ditanya tentang bisnis pemakaman mewah, Ustadz Ahmad Yani mengatakan, menjual kavling boleh-boleh saja, tapi yang bikin mahal itu kriterianya apa aja. “Apakah tanah yang dijual itu menjadi permanen, ada pajak tanahnya, sehingga tidak ada istilah ngontrak. Seperti diketahui, pemakaman umum setiap tiga tahun harus diperpanjang, jika tidak akan diisi kuburan orang lain.”
Ahmad Yani yang juga aktif di Dewan Masjid Indonesia (Komisi Dakwah) mendorong orang kaya untuk memberi wakaf tanahnya kepada umat Islam untuk sebuah pemakaman umum. Sebab itulah amalan orang terdahulu Itu idealnya. “Wakaf tanah untuk kuburan boleh-boleh saja, asal jangan wakaf dijual.” desastian