JAKARTA (voa-islam.com) - MUI Pusat menyatakan sedang mengevaluasi Undang Undang Terorisme termasuk Undang Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Hal ini disebabkan MUI tak ingin aksi Densus 88 yang kerap melanggar HAM itu dikatakan bergerak atas dasar Undang Undang.
“Sedang kita evaluasi, sedang kita teliti,” kata ketua MUI KH. Amidhan kepada voa-islam.com, Kamis (28/3/2012).
Saat ditanya soal kasus penembakan di Papua yang pelakunya tak pernah ditindak dan didakwa berdasarkan Undang Undang terorime, KH. Amidhan juga menyayangkan hal tersebut. Menurutnya jikad ada Undang Undang bersifat diskriminatif maka itu melanggar HAM.
“Kalau ada Undang Undang yang diskriminatif itu pelanggaran HAM. Sekali lagi saya kemukakan, kalau ada Undang Undang yang diskriminatif terhadap umat itu pelanggaran HAM,” tegas KH. Amidhan yang pernah menjadi anggota Komnas HAM tahun 2002-2007 ini.
Saat ditanya tentang Undang Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme yang dikhawatirkan berpotensi mengkriminalisasi umat Islam yang berinfaq, KH. Amidhan kembali menegaskan akan melakukan evaluasi.
“Makanya nanti kita evaluasi, kita tidak setuju kalau ada Undang Undang yang diskriminatif,” ujarnya.
Adang Daradjatun Jamin Infaq Kemanusiaan tak akan Dijerat Undang Undang Pendanaan Terorisme
Sebelumnya, saat ditemui di ruang rapat Komisi III DPR RI, Ketua Pansus Undang Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Adang Daradjatun menampik kekhawatiran jika Undang Undang tersebut berpotensi disalahgunakan untuk mengkriminalisasi umat Islam yang ingin memberikan infaq dan shadaqah untuk aksi kemanusiaan ke Palestina, Suriah maupun kepada keluarga korban penembakan Densus 88.
“Undang Undang tersebut justru lebih memberi suatu jaminan hukum kepada korporasi maupun perorangan yang dituduh memperoleh atau mempergunakan dana untuk teroris,” kata Adang Daradjatun, Selasa (19/2/2013).
Adang menambahkan, dalam Undang Undang tersebut untuk menyatakan bahwa sebuah pendanaan itu dipergunakan untuk aksi terorisme harus ditentukan oleh pengadilan.
“Jadi dalam Undang Undang itu untuk menentukan apakah pendanaan itu dipergunakan untuk aksi terorisme adalah pengadilan,” imbuhnya.
Ia bahkan menjamin bagi siapa pun yang ingin membantu keluarga korban penembakan Densus 88, baik para janda maupun anak-anak yatimnya yang ditinggalkan tak perlu khawatir dijerat Undang Undang Pendanaan Terorisme. “oh tidak perlu khawatir,” tegasnya. [Ahmed Widad]