SOLO (voa-islam.com) - Desakan dan tuntutan masyarakat Indonesia kepada Pemerintah untuk membubarkan Densus 88 semakin hari semakin besar dan meluas. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Gerakan Mahasiswa Untuk Syari’at Islam (GEMA SALAM) dan lain-lainnya juga menuntut hal yang sama.
Terkait pernyataan Ketua BNPT Ansyad Mbai , Densus 88 tidak mengapa melanggar HAM dalam aksinya “membekuk” para terduga “teroris”, ditanggapi oleh oleh pengamat hukum konstitusi Dr. Aidul Fitri Ciada, SH. MH. Menurutnya, apa yang dikatakan Ansyad Mbai itu sebagai bentuk pengkaburan produk hukum pidana, hukum konstitusi dan HAM.
Ketiga produk hukum tersebut, menurut Aidul Fitri, tidak bisa dibenturkan antara satu dengan yang lainnya. Ada beberapa produk hukum di Indonesia yang memang tumpang tindih, tapi ada pula yang tidak. Dan didalam masalah pelanggaran HAM, ada beberapa kriteria dan jenis pelanggaran HAM yang pelakunya bisa dikenai tindakan pidana.
Apa yang dilakukan oleh Densus 88, sudah merupakan jenis kategori pelanggaran HAM berat,dimana pelaku dan penguasanya bisa dikenai sanksi hukum pidana. “Ada kriteria pelanggaran HAM. Kalau misalnya extra judicial killing, pembunuhan diluar proses pengadilan, itukan banyak dilakukan (Densus 88). Jadi prinsipnya, secara universal diseluruh dunia sama, seseorang tidak bisa dituduh bersalah sampai dinyatakan bersalah oleh pengadilan,” jelasnya kepada voa-islam seusai menghadiri deklarasi Dewan Syari’ah Kota Surakarta (DSKS) di Masjid Mujahidin Banyuanyar Surakarta Jawa Tengah.
Dosen Hukum Pasca Sarjana UMS Solo ini menambahkan bahwa seseorang tidak tidak bisa dinyatakan bersalah atau tidak sebelum adanya proses pengadilan yang sah. Dan dengan alasan apapun, Densus 88 tidak berhak membunuh seseorang diluar proses pengadilan.
“Undang-undang Teroris itu juga tunduk kepada Undang-undang dasar (UUD), dan UUD juga mengikuti ketentuan HAM internasional. Ada UU nomor 12 tahun 2005, tentang hak sipil dan politik, salah satunya adalah seseorang tidak bisa dinyatakan bersalah sebelum ada proses pengadilan yang sah, dan diputuskan bersalah oleh pengadilan. Kalau pembunuhan tanpa proses pengadilan yang sah, apapun itu alasannya, padahal dia belum dinyatakan bersalah atau tidak, berarti dia (Densus 88) melanggar HAM berat ” imbuhnya.
Jadi, apa yang dikatakan Ansyad Mbai itu suatu hal yang keliru. Aplikasi penegakkan HAM, hukum konstitusi dan undang-undang itu ada tempatnya masing-masing. Jika ada sebuah aturan yang kemudian dituangkan didalam undang-undang, maka undang-undang itu berada dibawah konstitusi.
Kemudian, jika didalam undang-undang itu disebutkan ada suatu tindakan pelanggaran HAM, maka tidak dibenarkan jika menggunakan alasan pelakunya seperti Densus 88 sudah seusai UU dalam tindakannya memberantas terorisme. Dengan hal itu, oknum dan para petinggi Densus 88 yang melakukan pelanggaran HAM dan UU itu bisa di pidanakan.“Salah itu, pernyataan Ansyad itu salah. Ansyad itu nggak faham soal HAM, tapi bicara HAM,” tandasnya. [Bekti]