SOLO (voa-islam.com) – Siapa yang menghina sahabat Rasulullah Saw sama saja menghina Rasulullah Saw. Dan siapa yang menghina Rosulullah Saw sama juga menghina Allah Swt. Demikian dikatakan Muhammad Irfanuddin Kurniawan, S.Th.I, alumni PKU ISID Gontor Ponorogo Jawa Timur saat menjadi pemateri dalam kajian ilmiyah “Problematika Pemikiran Syi’ah” di Masjid Istiqlal Sumber Solo, beberapa waktu lalu (13/3).
Dalam beberapa hadits, Rasululloh Saw mengingatkan agar jangan menjadikan para sahabat sebagai sasaran ejekan dan cemoohan. Bukan hanya semasa hidup Rasulullah, tapi juga sepeninggalnya. “Tuduhan kepada Nabi merupakan tuduhan kepada Allah. Seakan-akan Allah tidak mengetahui apa yang terjadi kepada sahabat Nabi yang telah di ridhoi-Nya dan telah di ampuni dosanya itu,” tandasnya.
Irfannuddin menjelaskan, para sahabat yang selalu mendampingi Rasululloh Saw adalah murid, teman, dan penyebar nilai serta pemikiran Islam dari seseorang yang ditemaninya, yakni Rasulullah Saw. “Oleh karena itu, tuduhan yang dialamatkan kepada sahabat Nabi Saw, menjadi tuduhan kepada Nabi sendiri, seakan-akan Nabi tidak berhasil dalam mendidik mereka (para sahabat -red),” kata alumni pondok pesantren Darussalam Tasikmalaya.
Seperti diketahui, perbedaan faham antara Sunni dengan Syi’ah ibarat langit dengan bumi. Kaum muslimin yang berfaham Sunni misalnya, mengakui Al Qur’an merupakan kitab suci yang sudah sempurna penurunannya dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril.
Sedangkan kalangan Syi’ah menyatakan bahwa Al Qur’an yang sekarang ini dipegang kaum muslimin Sunni sudah tidak asli lagi alias telah mengalami penyelewengan baik dari segi pengurangan maupun penambahan. Mereka, orang-orang Syi’ah juga meyakini ada mushaf Al Qur’an yang lebih otentik selain Al Qur’an, yakni mushaf Fatimah.
Contoh lainnya, kalangan Syi’ah menganggap dan meyakini bahwa nikah mut’ah merupakan perbuatan yang sah secara syar’i meskipun tanpa adanya wali, saksi, thalaq, dan wanita yang di mut’ah dosa-sosanya akan diampuni. Selain itu, kaum syi’ah mempunyai doktrin bahwa tidak sah iman seseorang sebelum dia melakukan nikah mut’ah.
Sedangkan kalangan sunni meyakini bahwa nikah mut’ah sama halnya dengan sebuah prostitusi atau perzinaan. Sudah menjadi Ijma’ Ulama’ Ahli Sunnah yang bersandarkan kepada Al Qur’an dan Hadits, bahwa nikah mut’ah itu haram. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya aku pernah membolehkan mut’ah kepada wanita, tahukah kalian bahwa Allah SWT telah melarangnya sampai hari Kiamat....”. (Musnad Ahmad bin Hambal halaman No. 3.681, No. 15.051 dan didalam Shahih Muslim No. 2.517)
Selain itu, yang paling menonjol dari perbedaan antara Sunni dengan Syi’ah adalah pandangan mereka terhadapa sahabat Nabi Muhammad SAW. Keyakinan kalangan Syi’ah terhadap kepemimpinan Ali bin Abi Thalib ra yang begitu besar sehingga menuhankan Ali telah membutakan pandang mereka terhadap sahabat Rasulullah Saw lainnya.
Para sahabat yang dimuliakan Allah Swt -- dijelaskan dalam QS. At Taubah ayat (100) -- dalam membantu dan menemani dakwah Rasululloh SAW malah dicaci, di “keledai-keledai”kan dan bahkan di kafir-kafirkan oleh orang-orang Syi’ah. Padahal ditangan dan perjuangan para sahabat-sahabat tersebut, ajaran islam tersebar keseluruh penjuru dan pelosok dunia.[Bekti]