JAKARTA (voa-islam.com) – Saat ini di gedung wakil rakyat digodog tentang RUU Ormas. Pembahasannya dikabarkan telah memasuki babak akhir sebelum disahkan akhir Maret ini. Salah satu aturan yang wajib ditaati ormas dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) adalah pencantuman asas Pancasila dan asas ciri yang sesuai dengan aktivitas organisasi. Dikhawatirkan, jika RUU Ormas betul-betul disahkan menjadi Undang-undang oleh DPR, ormas Islam yang tidak menggunakan asas Pancasila terancam akan dibubarkan.
Dirjen Kesbangpol Kemendagri Tanribali Lamo seperti dilberitakan Republika Online (RoL) mengatakan, kalau RUU Ormas disahkan, tidak ada satu pun ormas yang bebas mengelak dari aturan yang ada. Karena itu, kalau ada ormas yang terang-terangan menolak asas Pancasila, maka diberi peringatan. Kalau sanksi peringatan tiga kali tidak diindahkan, bisa dibekukan dan dibubarkan lewat pengadilan.
Tanribali bahkan mengancam, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) termasuk salah satu ormas yang menolak mencantumkan asas Pancasila karena menganut Khilafah Islamiyah. "Jelas, mereka dibubarkan dan tidak boleh beraktivitas di ruang publik," katanya, Jumat (22/3).
Dijelaskan Tanribali, NKRI dibentuk berdasarkan empat pilar. Kalau ada ormas yang mengusung ideologi di luar Pancasila, jelas hal itu melanggar konstitusi. Karena itu, kalau pengurusnya masih bersikeras mempertahankan asas itu maka konsekuensinya HTI akan dilarang beroperasi di Indonesia. "Mereka akan dianggap ilegal. Patokannya adalah UUD 1945," katanya.
Kalau HTI dibubarkan, menurut Tanribali, maka pengurusnya tidak boleh lagi beraktivitas atau mendirikan ormas dengan nama sejenis. Untuk itu, pembuatan bank data ormas yang disinkronisasi lintas kementerian bertujuan untuk memverifikasi nama dan pengurus ormas agar tidak bisa lagi mendirikan ormas. Itu lantaran ke depannya, setiap ormas wajib mendaftarkan organisasinya ke kementerian terkait. Sehingga ekspengurus HTI bakal tidak punya peluang untuk aktif kembali mengurus ormas baru.
Sikap HTI dan Ormas Islam
Menyikapi ancaman Dirjen Kesbangpol Kemendagri Tanribali Lamo terkait RUU Ormas, Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia, Muhammad Ismail Yusanto bersama sejumlah pimpinan ormas Islam berkumpul di Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indonesia di Sekretariat HTI di Crown Palace A25, Jalan Prof. Dr. Soepomo, SHNo. 231 Jakarta Selatan, untuk menyatakan sikapnya.
Ismail Yusanto menegaskan, RUU Ormas justru mengusung semangat mengontrol dan merepresi ala Orde Baru melalui penghidupan kembali ketentuan asas tunggal (Pasal 2 RUU Ormas), larangan berpolitik bagi ormas (Pasal 7 RUU Ormas) dan kontrol ketat ormas oleh pemerintah (Pasal 58, Pasal 61 dan Pasal 62 RUU Ormas).
Juga terlihat dari begitu luasnya cakupan dari definisi Ormas, sehingga alih-alih RUU ini akan memberikan ruang gerak yang lebih longgar untuk kemajuan masyarakat melalui partisipasi Ormas dalam pemberdayaan masyarakat, RUU ini justru sangat berpotensial membungkam sikap kritis masyarakat terhadap pemerintah dengan berbagai dalih.
Hal ini jelas merupakan kemunduran besar mengingat TAP MPR no. XVIII/1998 sudah membatalkan TAP MPR no. II/1978 termasuk di dalamnya tentang Asas Tunggal. RUU ini juga bisa dituding membangkitkan trauma masyarakat terhadap otoritarianisme gaya Orde Baru.
RUU ini juga tampak sangat diskriminatif karena ada pembedaan pengaturan antara ormas biasa dengan ormas yang merupakan sayap partai (Pasal 4 RUU Ormas) sehingga terkesan parpol mau menangnya sendiri. Semua Omas harus tunduk kepada RUU ini, sedang Ormas milik parpol tidak.
Berkenaan dengan itu, Hizbut Tahrir Indonesia dan para tokoh Ormas Islam menyatakan sikapnya sebagai berikut:
1. Menolak RUU Ormas karena RUU ini menjadi pintu yang sangat nyata bagi kembalinya rezim represif ala Orde Baru. RUU ini juga berpotensi sangat besar membungkam suara kritis masyarakat terhadap pemerintah dengan berbagai dalih.
2. Sesungguhnya yang diperlukan sekarang adalah menata ulang kerangka berfikir secara benar tentang bagaimana membina masyarakat dan membawa negeri ini ke arah yang tepat, serta mengenali apa atau siapa sesungguhnya yang menjadi ancaman terbesar buat negeri ini dan bagaimana cara menghadapinya. [Desastian]